Perjuangan

Tanpa perjuangan darah dan air mata, negara kita tidak akan merdeka. Para kiai, wali, santri dan rakyat Indonesia bahu membahu dalam perjuangan melawan penjajah Portugis, Belanda dan Jepang. Mereka bukan hanya mengusir penjajah yang ingin mengeruk kekayaan di tanah air, tapi juga imperialis yang membawa misi agama.
Saat itu pengorbanan, bahkan nyawa adalah hal yang biasa. Para pemuda malu jika hanya menjadi penonton. Para istri malu jika tidak mendorong suaminya ikut dalam perjuangan. Orang tua tidak menangis merelakan anak-anak mereka berjihad dalam perjuangan memerdekakan bangsa.
Dalam perjuangan itu, tidak dipungkiri peranan umat Islam sangat besar. Hampir seratus persen pejuang kemerdekaan adalah umat Islam. Dulu pernah ada mantan Menteri Agama yang menyatakan bahwa pahlawan kemerdekaan bukan hanya orang Islam. Pejabat itu benar, tapi jumlah pahlawan selain Islam mungkin tidak ada sepuluh persen. Kenapa demikian?
Ya karena yang dihadapi kaum kafir. Terutama kaum kafir Portugis dan Belanda. Yang punya semangat jihad melawan mereka adalah kaum Muslim. Kaum Kristen justru adalah ciptaan penjajah dan tentu mereka pro penjajah. Ada diantara mereka yang mungkin menyeberang, tapi jumlahnya kecil sekali.
Semangat jihad berani mati inilah yang ditakutkan penjajah kafir. Baik di Indonesia maupun di negara lain. Kaum Muslim mempunyai semboyan isy kariman au mut syahidan. Hidup mulia atau mati syahid. Daripada hidup terhina, lebih baik mati berkalang tanah.
Kini, meski penjajah sudah pergi dari tanah air, tapi semangat jihad itu tidak boleh luntur. Sebab penjajah sebenarnya tidak benar-benar pergi. Mereka meninggalkan jejak budaya, hukum, politik, ekonomi dan lain-lain. Dan bukan hanya itu. Orang-orang pribumi yang naik jadi pejabat pun sebagian bersikap kayak penjajah.
Makanya dalam diri Muslim semangat perjuangan (jihad) itu harus ditanamkan seumur hidup. Tokoh-tokoh Masyumi dulu mempunyai motto hidup: Hidup adalah Aqidah dan Jihad.
Ya hidup adalah akidah dan jihad. Apa gunanya hidup tanpa akidah. Keyakinan Islam adalah harga mati. Jihad memperjuangkan akidah juga harga mati. Untuk apa hidup kalau hanya untuk cari makan? Hidup adalah untuk menyebarkan Islam, hidup adalah untuk dakwah, hidup adalah untuk perjuangan.
Itulah misi para Nabi. Dan kita bila ingin menjadi manusia seperti Nabi, maka hiduplah seperti Nabi. Hidup untuk menyebarkan Islam. Hidup untuk mengajak sebanyak-banyaknya orang masuk Islam atau hidup untuk memperbaiki kualitas keislaman kaum Muslimin.
Disitulah hidup menjadi berguna. Hidup menjadi semangat. Karena dengan memikirkan dakwah, maka perjuangan hidup menjadi tidak pernah berhenti. Setiap hari memikirkan bagaimana agar dakwah di tanah air atau wilayah sekitar ini semarak. Bila ada yang mengganggu dakwah, maka dicari cara bagaimana menghilangkan gangguan itu.
Umat Islam Depok misalnya. Kini punya walikota baru yang menimbulkan beberapa masalah. Pertama, adanya keinginan walikota yang ingin membangun wilayah pemukiman penjajah Belanda. Wilayah ini rencana mau dibangun tempat wisata, museum dan lain-lain. Padahal wilayah ini mayoritas Kristen. Tentu saja hal ini menjadikan kaum Muslim yang jumlahnya 93 persen di Depok tidak nyaman. Aneh, Depok yang mayoritas Islam tapi yang mau diperbesar adalah wisata kaum non Muslim.
Kedua, keinginan walikota Depok yang mengganti rencana pembangunan masjid di Jalan Raya Margonda dengan rumah untuk anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga membuat umat Islam protes. Karena sudah puluhan tahun umat Islam di Depok menginginkan adanya masjid di jalan raya Margonda. Setelah walikota lama menang di PTUN dan DPRD Depok menyetujui pembangunan masjid itu, tiba-tiba walikota baru mengganti rencana itu.