DAERAH

MUI Jatim Resmi Keluarkan Fatwa Haram Sound Horeg

Surabaya (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur resmi menerbitkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg, sebagai respons atas fenomena sound horeg yang belakangan menuai kontroversi dan keresahan publik di berbagai daerah.

Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg itu ditetapkan di Surabaya, Sabtu, 12 Juli 2025 Masehi/16 Muharram 1447 H.

Fatwa tersebut ditandatangani oleh Sekretaris dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH. Sholihin Hasan, M.H.I dan KH. Makruf Chozin, serta diketahui oleh Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jatim Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D, sebagai Sekretaris Umum dan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, S.H., M.M selaku Ketua Umum.

Sebagaimana dilansir situs resmi MUI Jatim, muijatim.or.id, fatwa ini dikeluarkan setelah MUI Jatim, melalui Komisi Fatwa, menggelar rapat khusus dan forum dengar pendapat dengan melibatkan berbagai pihak.

Hadir dalam pertemuan itu antara lain pakar kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan (THT), perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, aparat kepolisian, tokoh masyarakat yang terdampak langsung, serta perwakilan Paguyuban Sound Horeg Jawa Timur. Rapat berlangsung pada Rabu (09/07/2025) lalu di kantor MUI Jatim, Surabaya.

Menurut MUI Jatim, yang dimaksud Sound Horeg adalah sistem audio yang mempunyai potensi volume tinggi, biasanya fokus pada frekuensi rendah (bass). Istilah “horeg” berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “bergetar” atau “bergerak”. Secara harfiah berarti “suara yang membuat bergetar”.

MUI Jatim menyatakan bahwa kemajuan teknologi audio digital pada dasarnya positif dan dibolehkan jika digunakan dalam kegiatan sosial, budaya, keagamaan, dan lainnya—selama tidak bertentangan dengan hukum serta prinsip-prinsip syariah.

Namun demikian, penggunaan sound horeg yang berlebihan, terutama yang melebihi ambang batas wajar, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram. Terlebih jika disertai aksi joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, dan kemaksiatan lainnya, baik dilakukan di tempat terbuka maupun dibawa keliling permukiman warga.

“Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain,” bunyi salah satu poin dalam fatwa tersebut.

Komisi Fatwa juga menegaskan, penggunaan sound horeg diperbolehkan jika volumenya masih dalam ambang wajar, digunakan dalam acara positif seperti pengajian, shalawatan, atau resepsi pernikahan, serta tidak mengandung unsur maksiat.

Adapun fenomena battle sound atau adu suara sound system yang kerap terjadi dan terbukti menimbulkan kebisingan ekstrem, serta dinilai sebagai bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta), maka diharamkan secara mutlak.

Tak hanya itu, fatwa juga memuat ketentuan bahwa apabila penggunaan sound horeg menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi pihak lain, wajib dilakukan penggantian sesuai dengan prinsip tanggung jawab dalam syariah.

“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” tulis salah satu poin dalam fatwa tersebut.[]

Back to top button