91 Orang Tewas Saat Mencari Bantuan di Gaza, Bersamaan Utusan AS Steve Witkoff Kunjungi Israel

Jakarta (SI Online) – Setidaknya 91 orang tewas dan 600 lainnya luka-luka dalam 24 jam terakhir saat menunggu bantuan di Gaza, sementara utusan AS, Steve Witkoff, mengunjungi Israel untuk pembicaraan gencatan senjata dan meninjau distribusi pangan.
Pada Rabu malam, kerumunan warga kelaparan berkumpul di penyeberangan Zikim dengan Israel, menunggu truk bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza yang terkepung, saat mereka ditembaki. Rumah Sakit Lapangan al-Saraya melaporkan menerima lebih dari 100 korban tewas dan luka-luka. Menurut Associated Press, jumlah korban tewas diperkirakan akan terus bertambah.
Pada Kamis pagi, 19 orang lainnya yang mencari bantuan tewas ditembak tentara Israel di lokasi distribusi bantuan di Gaza Tengah dan di Rafah, Gaza bagian selatan.
Gaza kini dilanda kelaparan, menurut otoritas internasional dalam isu ketahanan pangan. Tujuh anak meninggal karena kelaparan pada Rabu, sehingga total kematian akibat malnutrisi mencapai 154 orang, menurut otoritas kesehatan Gaza.
“Meninggal karena kelaparan adalah proses yang lambat dan menyakitkan,” kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pernyataannya pada Kamis.
“Seorang anak yang kelaparan — salah satu yang paling rentan — bisa menangis terus-menerus karena kesakitan hingga terlalu lemah untuk menangis. Jika tidak segera ditangani, anak dengan malnutrisi akut akan meninggal.”
PBB menambahkan bahwa butuh “berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun” untuk membalikkan tragedi buatan manusia ini.
Seiring memburuknya kelaparan di Gaza, tatanan sosial runtuh. Sudah menjadi hal umum kini bahwa ratusan orang putus asa menunggu truk bantuan langka yang masuk ke Gaza dan menjarah isinya begitu truk tiba.
Lebih dari 1.000 orang telah ditembak, sebagian besar oleh tentara Israel, saat mencoba mendapatkan makanan dari Gaza Humanitarian Foundation (GHF) — yayasan swasta AS — atau saat menunggu truk bantuan di perbatasan.
PBB menyatakan bahwa cara menghentikan penjarahan adalah dengan meyakinkan masyarakat bahwa pasokan yang stabil dan memadai akan masuk ke Gaza. Israel mengontrol semua jalur masuk bantuan dan telah dituduh sebagai penyebab krisis kelaparan melalui blokade terhadap bantuan kemanusiaan — tuduhan yang dibantahnya, bersama dengan penolakannya terhadap fakta bahwa kelaparan terjadi di Gaza.[]
Nuim Hidayat
Sumber: The Guardian