Visi Kelautan Al-Qur’an dan Gagasan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

“Dialah yang menundukkan laut agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar, dan mengeluarkan darinya perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat kapal-kapal membelahnya agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 14).
Hari ini, 10 September 2025 genap 80 tahun HUT TNI Angkatan Laut. Pada hari Selasa, 9 September 2025 saya diberi kehormatan dan kepercayaan oleh Kadis Bintal TNI AL Laksma Harun Arrasyid untuk memberikan tausiyah dan doa dalam rangka HUT TNI AL 80 Tahun di Ponpes Tarbiyatus Shibyan, Tanah Sereal Bogor.
Acara tasyakur doa bersama dan santunan yatim piatu yang berjalan khidmat itu dihadiri hampir seluruh petinggi TNI AL: KASAL Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali, WAKASAL Laksamana Madya TNI Erwin Aldedharma, Pangkoarmada RI Laksamana Madya TNI Dr. Denih Hendrata, Komandan Pushidrosal TNI AL Laksamana Madya TNI Dr. Budi Purwanto beserta jajaran PATI BINTANG 2 serta Walikota Bogor dan Forkopimda.
Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang langit, bumi, dan gunung, tetapi juga memberi porsi besar pada laut. Kata al-bahr (laut) disebut lebih dari 40 kali, menunjukkan betapa strategisnya laut dalam pandangan Islam—baik sebagai tanda kekuasaan Allah, sumber ilmu, maupun pilar peradaban dan ekonomi.
Di tengah wacana besar menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, kita menemukan bahwa gagasan itu sejatinya selaras dengan visi Al-Qur’an: laut bukan sekadar ruang alamiah, tetapi juga amanah peradaban yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia dan kemajuan bangsa.
Laut sebagai Basis Peradaban dalam Al-Qur’an
Sejarah mencatat bahwa peradaban-peradaban besar lahir dan berkembang di sekitar laut: Mesir kuno dengan Laut Mediterania, Yunani dengan Laut Aegea, Nusantara dengan Samudra Hindia dan Pasifik.
Al-Qur’an pun menegaskan laut sebagai:
Ruang Ilmu: Laut diibaratkan tinta tak bertepi untuk menuliskan ilmu Allah (QS. Al-Kahfi:109). Ini adalah dorongan spiritual untuk membangun ilmu kelautan (oseanologi), teknologi maritim, dan riset samudra.
Ruang Ekonomi: Laut menjadi sumber pangan, energi, dan perhiasan (QS. An-Nahl:14). Isyarat tentang ekonomi biru (blue economy) sudah hadir sejak wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Ruang Transportasi dan Diplomasi: Kapal yang membelah lautan (QS. Fathir:12) adalah gambaran jalur perdagangan, pertemuan budaya, dan diplomasi antarbangsa.
Indonesia dan Amanah Laut
Dengan lebih dari 17.000 pulau dan 70% wilayah berupa laut, Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia. Indonesia adalah rumah bagi Selat Malaka, jalur perdagangan tersibuk di dunia yang dilintasi 30% pelayaran pasokan energi dan logistik dunia.
Namun, selama berabad-abad laut lebih sering dipandang sebagai “pemisah” daripada “penghubung”. Padahal, Al-Qur’an mengajarkan sebaliknya: laut adalah sarana penyatuan peradaban dan pintu karunia Allah.
Konsep Poros Maritim Dunia yang digagas pemerintah adalah momentum strategis untuk mengembalikan marwah laut Nusantara sebagai pusat peradaban. Poros ini tidak sekadar jargon geopolitik, tetapi bisa menjadi jalan peradaban Islam bila ditopang dengan visi Qur’ani: