Ada Apa di Balik Rebana, Kawasan Ekonomi Terbesar di Indonesia?
KEK sendiri sebenarnya bukan barang baru di Indonesia, bahkan dunia. Konsep KEK mulai booming sejak diterapkan oleh Republik Rakyat Tiongkok pada era tahun 1980-an. KEK di negara tersebut mampu menarik para investor, terutama investor asing untuk berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja. Hal itu tak lain karena kemudahan yang didapat para investor, seperti perpajakan dan kepabeanan.
Di Indonesia sendiri, KEK mulai diberlakukan secara massif sejak diterapkannya UU No 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. KEK bisa terdiri dari satu atau beberapa sektor usaha diantaranya pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan kegiatan ekonomi lainnya.
Tak dipungkiri bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki potensi luar biasa membuat berbagai pihak ingin mengeksplorasi bahkan menguasai kekayaan nya.
Melalui KEK, suatu kawasan dikembangkan hingga memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
Pada kawasan KEK, sejumlah fasilitas untuk mensejahterakan pekerja dan pengusaha akan dibangun seperti perumahan. Lalu pengusaha akan mendapatkan kemudahan dari segi kepajakan, kepabeanan, dan cukai. Singkatnya, perkonomian diyakini akan bergerak lebih cepat, menjadi magnet bagi investor dalam dan luar negeri, dan mendongkrak perekonomian masyarakat.
Di sisi lain, KEK akan membawa ancaman polusi, limbah, konsekuensi penyediaan buruh berupah rendah, ketergantungan terhadap investor, penguasaan pasar pembelian dan penjualan, penguasaan atas bahan mentah di suatu daerah dan eksploitasi besar-besaran terhadap daerah tersebut.
Jika dilihat, dasar pemikiran KEK adalah mendatangkan investasi -termasuk investasi asing baik perorangan ataupun negara-. Hal ini dapat menguatkan penguasaan pemilik modal terhadap Indonesia, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi negara yang disetir oleh kepentingan negara lain jika negeri ini tidak memiliki kemandirian dan political will yang kuat.
Namun sayangnya, negeri ini menjadikan sistem sekuler kapitalis sebagai sistem hidup dan pemerintahan yang diterapkan bangsa ini. Ideologi kapitalis menjadikan kepemilikan dan penguasaan terhadap harta secara bebas, dan negara bertindak hanya sebagai mediator bahkan pelaksana kebebasan ekonomi di dalam dan luar negeri. Artinya, negara hadir untuk melaksanakan kepentingan pengusaha.