Adakah Sakinah dalam Konsep Pernikahan Misyar?

Adapun sakinah dalam pernikahan ialah adanya kerjasama antara pasangan, baik dalam hal keharmonisan, kesadaran, dan musyawarah antara satu sama lain. Begitupun dengan keluarga yang ideal dalam rumah tangga yang secara fungsional ialah dapat menghantarkan pada cita-cita dan tujuan membangun kelurga.
Maka dari itu secara rasional dilihat dari pernyataan di atas mengenai keluarga sakinah tidak termasuk dalam pernikahan misyar.
Keluarga sakinah merupakah sebuah ungkapan untuk menyebut sebuah keluarga yang penuh damai, tentram, dan bahagia. Secara teoritis, membangun keluarga yang ideal (keluarga sakinah) jarang terjadi, tidak semulus apa yang kita bayangkan. Dan membangun sebuah keluarga yang sakinah itu tidak lepas akan komitmen antara satu sama lain dan tak lepas dalam membangun sebuah komunikasi yang baik. Dari pernyataan diatas menerangkan bahwa kedekatan antara pasangan suami dan istri ialah menjadi kunci keluarga sakinah dalam pernikahan.
Tulisan ini didasarkan pada argumen-argumen yang tidak hanya mementingkan pernikahan, namun juga menyadarkan akan keberkahan dalam pernikahan sebagai ibadah terpanjang, yaitu dengan terbentuknya keluarga yang sakinah. Dan komunikasi yang baik adalah kunci pernikahan.
Begitupun perhatian antara suami dan istri. Dengan demikian, hal ini menyampaikan bahwa pernikahan misyar itu tidak terbentuk konsep sakinah sebagaiman yang dimaksud dalam Al-Qur’an. Akan tetapi secara teoritis, mungkin saja sakinah bisa terapai jika keduanya tetap ada komunikasi, saling peduli, dan tanggung jawab moral walaupun hanya tinggal terpisah.
Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghayb memberikan dimensi makna yang lebih dalam, ia menyebutkan bahwa ketenangan yang disebut sakinah merupakan ciptaan Allah SWT yang khusus ditanamnkan dalam hati pasangan suami istri, bukan dari sesuatu yang lahir dari kebutuhan biologis, melainkan sebuah kondisi ruhani yang dapat dicapai ketika Allah SWT menghendaki hadir diantara dua insan yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Maksudnya ialah, sakinah itu datangnya dari Allah SWT, siapapun bisa mendapat keberkahan dari sakinah tersebut. Sakinah ialah bentuk pilihan dari Allah SWT kepada pasangan suami istri yang disatukan dalam ikatan pernikahan.
Sementara itu, Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsir Al-Munir memandang sakinah ialah hasil dari hubungan halal yang didasarkan pada kasih sayang dan tanggung jawab. Ia menyebutkan bahwa sakinah terwujud ketika pasangan tinggal bersama, saling memahami, serta menjalankan tugas masing-masinga secara adil. Maksudnya ialah bahwa sakinah terbentuk jika pasangan suami istri itu tinggal dalam satu rumah dan hidup di dalamnya.
Sama seperti Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghayb, Imam As-Syaukani dalam tafsirnya Tafsir Fathul Qadir menjelaskan, sakinah dalam pernikahan tidak bisa lepas dari peran Allah SWT sebagai pemberi ketenangan, ia menjelaskan bahwa meskipun pasangan itu hidup berdampingan ketenangan sejati (sakinah) hanya terjadi ketika Allah SWT mengahadirkan cinta dan rahmat dalam hati mereka. Maksud dari penjelasan diatas ialah, sakinah bukan hasil usaha semata, tapi juga buah dari keberkahan pernikahan yang Allah SWT ridhai.
Al-Lusi dalam tafsirya Ruh Al-Ma’ani menjelaskan, sakinah adalah ketenangan psikologis yang membuat seseorang merasa nyaman, aman dan tidak tertekan ketika berada di samping pasangannya. Ia menjelaskan bahwa sakinah ini adalah karunia dari Allah SWT yang tidak selalu ditemukan di semua pernikahan, kecuali hubungan itu dilandasi niat baik dan tata cara yang benar menurut syariat. Maksudnya ialah, sakinah itu seperti hidayah yaitu yang dipilih Allah SWT untuk dekat dengannya.
Dari pernyataan mufasir di atas memperlihatkan bahwa, sakinah bukan hanya sekadar ketentraman lahiriah, tapi juga ketenangan secara spiritual dan emosional yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai hadiah atas hasil perjuangan perikahan yang sah, dan berjalan sesuai syariat.
Nikah misyar secara agama sah menurut sebagian pendapat karena sesuai dengan syariat terkait rukun nikahnya. Namun, dalam konsep pernikahan ini tidak menghasilkan ketenangan (sakinah). Padahal, pernikahan adalah ibadah terpanjang, sangat disayangkan jika dalam menjalankan ibadah tidak terdapat keberkahan di dalamnya.[]
Citra Arafah, Mahasiswi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Semester 6 Universitas PTIQ Jakarta.