Agus Salim, Diplomat Terbaik Indonesia
Salim makin menonjol ketika menjadi salah satu pengurus besar Sarekat Islam. Ia sering diidentikkan dengan Tjokroaminoto, sebagai dwitunggal dalam pergerakan SI.
Selanjutnya Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merancang UUD 1945. Bahkan ia termasuk anggota Panitia Sembilan yang menyusun Mukaddimah UUD 1945 bersama : Soekarno, Mohammad Hatta, Wahid Hasyim, Abikusno Tjokrosoejoso, Kahar Muzakkar, AA Maramis, Achmad Soebardjo, dan M Yamin.
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, Salim diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kemudian ia dipercaya menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir dan Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta.
Kecerdasan dan kepiawaiannya dalam diplomasi, menjadi Indonesia diakui kemerdekannya oleh negara-negara luar. Pada 1947, setelah pertemuannya dengan pemimpin Ikhwanul Muslimin, Hasan al Bana, akhirnya Mesir tercatat sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI.
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada 1953 Salim mengarang buku dengan judul “Bagaimana Takdir, Tawakkal dan Tauhid Harus Dipahamkan?” Yang kemudian diperbaiki menjadi “Keterangan Filsafat Tentang Tauhid, Takdir dan Tawakkal.” (Johan Prasetya, Lihat Buku Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan, Saufa, Agustus 2014).
Azyumardi Azra menjelaskan, pada era pemerintah kolonial Belanda, Salim bersama HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis telah berusaha meningkatkan taraf hidup kaum bumiputra melalui program-program Sarekat Islam.
Demikian juga sejak 1925, Salim ikut membina keagamaan para intelektual, mereka yang berpendidikan Barat , terutama yang tergabung dala Jong Islamieten Bond (JIB). Dalam hal ini Salim berusaha menarik ereka untuk mengamalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Dalam posisi sebagai intelektual, Salim mendapat kehormatan mengajar di Cornell University, salah satu perguruan tinggi di Amerika Serikat.
Di Cornell University AS, Salim dalam kuliah-kuliahnya berusaha memperkenalkan Islam dari sumbernya yang asli. Pendekatan ini dia lakukan untuk mengubah pola pikir para mahasiswa non Muslim yang keliru terhadap Islam. Kekeliruan tersebut terutama karena mereka mengenal Islam bukan dari sumber-sumber yang asli. Mereka mengenal Islam dari karya-karya novel, perjalanan orang-orang Barat dan kajian-kajian para orientalis. Karena itu dalam kuliah-kuliahnya, Salim mengemukakan argumentasi-argumentasi dari Al-Qur’an dan juga Injil.
Azyumardi melanjutkan, dalam kuliah-kuliah Salim di Cornell University, ada beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi :
Pertama, Salim berusaha memperkenalkan Islam sebagai agama kedamaian. Karena itu orang Muslim harus tidak tercela, berbuat baik dengan mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Pada sisi lain Islam juga berarti menyerahkan diri kepada kehendak Allah SWT dengan (berbagai amal) usaha yang maksimal.