Ajukan Uji Materi UU Pemilu ke MK, Bahrul Ilmi Tuntut Komisioner KPU Mundur
Jakarta (SI Online) – Pakar hukum tata negara dan perundang-undangan, Bahrul Ilmi Yakup, bersama sembilan orang advokat dan warga, mengajukan permohonan uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah konstitusi, Jumat 10 Mei 2019 pukul 13.53 WIB kemarin. Bersama dengan permohonan itu, mereka menyerahkan 20 bukti surat sebagai pendukung permohonan uji materi.
Dalam keterangan tertulisnya seperti diterima Suara Islam Online, Sabtu 11 Mei 2019, Bahrul Ilmi menjelaskan, dalam permohonannya yang menguji Pasal 3, 4, dan 416 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap Pasal 22E ayat (1), (6) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, para pemohon menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 3 dan 4 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, telah terbukti Pilpres 2019 dinodai berbagai cacat dan tindakan curang serta tidak profesional oleh KPU sebagai penyelenggara.
Advokat dan konsultan hukum International Law Office asal Palembang, Sumatera Selatan ini mengungkapkan empat contoh bukti atas permohonannya itu. Pertama, terdapat 6,7 juta pemilih tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan/atau tidak menerima Undangan Memilih Form C-6 dari KPU. Untuk bukti ini, Bahrul mengaku mengalami sendiri.
Kedua, di RT 25 dan RT 28 RW.05 lokasi TPS 025 Kelurahan Sri Mulya Kecamatan Sematang Borang, Palembang terdapat 297 orang tidak terdaftar dalam DPT yang mengakibatkan mereka tidak dapat melaksanakan hak konstitusionalnya sebagai pemilih.
Ketiga, terdapat sekitar 3,2 juta atau setidak-tidaknya 1,6 juta warga masyarakat Adat yang tergabung dalam 777 (tujuh ratus tujuh puluh tujuh) komunitas yang tidak terdaftar sebagai pemilih.
Keempat, terjadi kekurangan surat suara di berbagai TPS, dan terjadi kekeliruan beruntun dalam rekapitulasi penghitungan suara.
Dengan bukti-bukti itu Bahrul mengatakan, KPU telah gagal menyelenggarakan Pilpres 2019 sesuai ketentuan Pasal 22E UUD 1945 jo Pasal 2 dan 3 UU Pemilu No.7 Tahun 2017. Akibatnya, Pilpres 2019 cacat dan inkonstitusional, konsekuensinya hasil Pilpres 2019 tidak sah sebagai dasar menetapkan pemenang Pilpres 2019.
“KPU telah pula gagal melaksanakan Pilpres 2019 secara profesional sebagaimana perintah Pasal 3 dan Pasal 4 UU Pemilu, oleh karena itu Pemohon menuntut agar semua Komisioner KPU segera mengundurkan diri,” ungkap pengajar Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jaya Baya itu.
Atas dasar itu, Bahrul, yang pernah mengikuti uji kelayakan (fit and proper test) sebagai calon hakim MK itu mendesak MK segera menggelar sidang memeriksa permohonannya agar Pilpres 2019 yang inkonstitusional dan tidak sah tidak menjadi sumber sengkarut yang mengancam stabilitas dan keselamatan NKRI.
red: shodiq ramadhan