SIRAH NABAWIYAH

Akhir hidup Abdullah Bin Saba

Selain Hukaim bin Jabalah, Al-Asytar An-Nakha’i, Muhammad bin Abu Bakar dan Muhammad bin Abu Hudzaifah, nama Ibnu Saba’ adalah tokoh paling kontroversial dalam sejarah Islam. Ia dan kaumnya dikenal menyulut gerakan pemberontakan terhadap Khalifah Utsman, yang dengan pemikirannya bola api fitnah terus bergulir ke masa Khalifah Ali dan Khalifah Hasan.

Tapi bagaimanakah akhir hidup Yahudi berkulit hitam ini? Riwayat populer menerangkan bahwa Khalifah Ali bin Abi Thalib menghukumnya dengan membakar ia dan kroni-kroninya yang lantas diprotes sepupu Ali, Abdullah bin Abbas sang penerjemah Al-Qur’an. Abdullah menyatakan “jika aku menjadi kamu, aku tak akan melakukan hal itu” ini sebagai teguran hukuman mati dalam Islam tidak boleh dengan membakar. Membakar adalah hak Rabbul Izzah.

Tapi dinukil dari Ibnu Taimiyah kitab Sharim Al-Maslul jilid 3, dan Abu Abdullah Adz-Dzahabi dalam Shidu An-Naba, bahwa Khalifah Ali mengasingkan Ibnu Saba ke Madain Kisra, di selatan Baghdad. Besar kemungkinannya hal ini dilakukan setelah Ali membakar orang-orang yang menuhankan dirinya, yang hembusan pemikiran tersebut berasal dari Ibnu Saba serta kroni-kroninya. Ibnu Saba’ berakhir hidupnya dalam keterasingan hingga matinya.

Jarir bin Qais pergi ke Madain setelah peristiwa terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Ternyata di Madain Jarir bertemu Ibnu Saba’. Jarir mengabarkan bahwa Ali telah wafat terbunuh namun Ibnu Saba’ malah mengingkari kematian Ali.

Sebenarnya Khalifah Ali hendak menjatuhkan hukuman mati bagi Ibnu Saba’ namun ada yang berkata pada Ali “Jangan sampai dia (Ibnu Saba’) tinggal di negeri yang di dalamnya ada aku”, sebagai ungkapan ketidaksukaannya terhadap figur Ibnu Saba’ yang doyan mengumbar fitnah dan makar. Maka Ali mengasingkannya ke Madain. Sebab lain bahwa di pasukan Ali ada yang loyal dengan Ibnu Saba’.

Saat terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan komplotan pembunuh Dzunurain tersebut ada yang masuk ke barisan Ali bin Abi Thalib, tentu pendataan pasukan di kala itu tidak seperti di abad-abad selanjutnya, maka meski diketahui komplotan Ibnu Saba’ yang jua komplotan pembunuh Utsman, namun tidak diketahui pasti siapa individu-individunya. Sedangkan ajaran Islam mengharamkan asal menuduh tanpa bukti.

Terkait tidak memungkinkannya menghukum mati Ibnu Saba’, Ali berujar “Siapakah yang dapat memaklumiku terkait orang hitam ini (Ibnu Saba’) yang mendustakan Allah dan RasulNya. Jika bukan karena dia telah keluar menemui sekelompok orang yang mengumumkan permintaan suaka kepadaku sebagaimana aku diseru terhadap darah penduduk Nahrawan (melawan Khawarij), niscaya aku buat di antara mereka jadi timbunan” hal ini disebutkan dalam kitab Syaikh Dr. Khalid Kabir Allal Kemelut di Masa Utsman yang mengutip kitab Ash-Sharim Al-Maslul Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah jilid 3.

Ilham Martasyabana
Penggiat Sejarah Islam

Artikel Terkait

Back to top button