#Bebaskan PalestinaINTERNASIONAL

Akibat Perang Genosida, 78.000 Pelajar Gaza Tak Bisa Ujian Sekolah

Gaza (SI Online) – Di tengah puing-puing bangunan dan suasana keputusasaan, ribuan pelajar Palestina di Jalur Gaza kembali kehilangan kesempatan untuk mengikuti ujian akhir sekolah menengah tahun ini.

Perang genosida yang dilancarkan Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menghancurkan mimpi dan masa depan sekitar 78.000 siswa Gaza, termasuk mereka yang seharusnya melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas.

Salah satunya adalah Ahmed Ayoub, pelajar sains dari lingkungan Zeitoun, Gaza Timur. Ia seharusnya menyelesaikan pendidikan menengah dan melanjutkan ke universitas untuk mempelajari farmasi klinis. Namun, situasi di lapangan berkata lain.

“Kami tidak mendengar lagi suara bel sekolah. Yang terdengar hanya suara peluru, rudal, dan jeritan anak-anak serta wanita,” kata Ahmed dengan suara lirih, tubuhnya tampak kurus karena perang dan kelaparan yang melanda Gaza.

Ia berupaya mengakses internet untuk mengikuti pelajaran digital dan mengikuti berita tentang ujian sekolah menengah yang berlangsung di Tepi Barat. Namun upayanya kerap terhenti, baik karena buruknya jaringan maupun larangan dari ayahnya yang khawatir dengan bahaya di jalan.

Ketika Tenda Jadi Ruang Belajar

Kisah serupa dialami Rawan Al-Sharafa, siswa berprestasi yang kehilangan ayah dan saudara perempuannya dalam serangan udara Israel. Ia berusaha menyelesaikan pelajaran dari bawah tenda pengungsian, dengan gangguan anak-anak, tanpa listrik dan air bersih.

“Bagaimana saya bisa belajar ketika langit menurunkan hujan api? Bagaimana saya bisa fokus ketika adik saya mengalami trauma berat?” tuturnya penuh kesedihan.

Ujian Ditunda, Semangat Tergerus

Ujian akhir sekolah menengah di Palestina, yang dikenal sebagai Tawjihi, merupakan tonggak penting bagi pelajar untuk bisa masuk perguruan tinggi. Namun, dua tahun terakhir pelaksanaan ujian di Gaza tertunda akibat kehancuran infrastruktur dan kondisi keamanan yang tidak memungkinkan.

Nada Salouha, salah satu siswa yang terdampak, mengaku semangat belajarnya telah padam akibat penundaan ujian yang terus berulang.

“Saya ingin belajar teknik, tapi saya semakin putus asa. Setiap kali mulai belajar, saya teringat rumah yang hancur dan keluarga yang hilang,” ungkapnya.

Kementerian Pendidikan Palestina sempat menetapkan 13 April sebagai tanggal ujian nasional, namun harus membatalkannya menyusul agresi terbaru Israel pada 18 Maret. Akibatnya, ribuan siswa kembali gagal mengikuti ujian yang menentukan masa depan mereka.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button