Aktivis Demokrasi Ungkap Motif Kudeta Militer Myanmar
“Kudeta ini tidak terjadi tiba-tiba, tetapi telah direncanakan matang-matang. Dua hari sebelumnya, militer berpawai menunjukkan kekuatan dan itu adalah taktik lama militer yang ingin menciptakan ketakutan di masyarakat serta menunjukkan siapa yang berkuasa di negara ini (Myanmar, red),” kata Ohmar.
Ketua APHR Charles Santiago sepakat dengan pendapat Ohmar. Ia mengatakan klaim militer bahwa kudeta itu sah secara hukum merupakan sesuatu yang keliru.
“Klaim bahwa kudeta dilakukan karena ada kecurangan pemilu merupakan narasi yang saat ini disampaikan ke masyarakat dan itu merupakan tuduhan serta persepsi yang keliru,” kata Santiago ke para awak media.
Ia lanjut menjelaskan militer sengaja meluncurkan kudeta karena mereka gagal menguasai mayoritas suara dalam pemilihan umum November 2020.
“Menurut saya, ini cara mereka memaksakan kekuasaannya di Myanmar,” kata Santiago.
Oleh karena itu, ia berpendapat pemimpin negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) harus berani mempertanyakan keabsahan kudeta di Myanmar.
Menurut Santiago, ASEAN, yang tahun ini dipimpin oleh Brunei Darusalam, telah cukup keras merespon kudeta di Myanmar.
“Brunei, yang menjabat sebagai ketua ASEAN tahun ini, meminta otoritas di Myanmar untuk segera mengembalikan keadaan ke situasi normal sesuai dengan kehendak dan kepentingan rakyat Myanmar,” kata Santiago mengutip poin terakhir pernyataan Ketua ASEAN terkait situasi di Myanmar yang terbit, Senin.
Beberapa jam setelah berita kudeta menyebar luas, Sekretariat ASEAN lewat laman resminya menerbitkan pernyataan Ketua ASEAN, yang terdiri atas empat poin, di antaranya meminta otoritas di Myanmar mengikuti prinsip-prinsip dalam Piagam ASEAN, menciptakan stabilitas demi perdamaian, dan menggunakan dialog serta rekonsiliasi demi kembali ke situasi normal yang sesuai dengan kehendak rakyat Myanmar.
sumber: ANTARA/jpnn