Al Ghazali Memang Seorang Imam
Beberapa waktu lalu, saya diberi buku oleh sahabat dan guru saya Dr Muhammad Ardiansyah. Buku itu berjudul “Otoritas Imam al Ghazali dalam Ilmu Hadits, Satu Tinjauan yang Adil.” Penulis buku ini doktor dalam bidang Pendidikan Islam. Selain itu ia juga kiai muda yang kini mengasuh Pesantren At Taqwa Depok, yang didirikan Dr Adian Husaini.
Menarik buku yang ditulis oleh kiai muda ini. Meski hanya setebal 130 halaman, tapi buku ini mempunyai rujukan lebih dari 30 kitab berbahasa Arab.
Buku ini menjawab keragu-raguan sebagian orang terhadap Imam Ghazali. Dr Ardiansyah berhasil menyajikan argumentasi-argumentasi ilmiah bahwa Imam Al Ghazali adalah seorang ulama besar yang memahami Hadits Rasulullah. Imam Ghazali mempunyai guru-guru terkemuka dalam bidang ilmu Hadits. Dan tentu sang Imam adalah seorang yang sangat takut terhadap neraka karena meriwayatkan ngawur Hadits Nabi. Rasulullah Saw menyatakan, ”Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.”(HR Bukhari Muslim)
Buku ini lahir karena Ustadz Ardi –panggilan akrabnya- pernah menerima pertanyaan dalam pengajian tentang banyaknya hadits palsu dan dhaif di dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Ia menulis, ”Lalu di tahun 2016 penulis mendapat kiriman rekaman video kajian. Di dalam video itu, Ustaz yang mengisi kajian mengutip kata-kata al Ghazali yang mengaku bahwa dirinya lemah dalam ilmu Hadits. Dia juga mengutip riwayat bahwa sebelum wafatnya al Ghazali memegang kitab Shahih al Bukhari. Sayangnya komentar, sang ustadz itu keblabasan. Dia sampai menyatakan bahwa, ”Setelah ahlinya mengecek, ternyata dari 1013 Hadits di kitab Ihya’ Ulumiddin 996-nya dhaif. Dia juga sampai menyatakan, ”Jadi wajar jika jebolan Ihya’ Ulumiddin benci ama Sunnah, walaupun ketua sebuah Partai Islam, kelompok Islam, organisasi Islam. Jadi kita nggak bisa salahkan juga, lah wong belajarnya salah.”
Beberapa ulama telah membahas masalah Imam Ghazali dan Ilmu Hadits ini. Di antaranya Yusuf al Qaradhawi dalam kitabnya “Imam al Ghazali Bayna Madihidi wa Naqidhihi.” Pembahasan yang lebih luas disampaikan Muhammad ibn Aqil ibn Ali al Mahdali dalam kitabnya “Al Imam al Ghazali wa Ilm al Hadits.” Juga ada disertasi Ismael Hussein Sengendo dengan judul “al Ghazzali’s Usage of the Weak Hadith in His Writing with Special Reference to His Attempt to Revive Islamic Science.”
Imam Ghazali adalah satu-satunya ulama yang dikenal dengan gelar Hujjatul Islam abad kelima hijriyah secara aklamasi. Kedalaman dan keluasan ilmunya mencakup hampir semua ilmu yang berkembang di masanya. Ulama besar ini menulis lebih puluhan atau ratusan kitab dengan berbagai tema, mulai dari akidah, fiqh, dan tasawuf.
Dalam bukunya, Ustaz Ardi pertama-tama menyampaikan kritik dari beberapa ulama terhadap Imam Ghazali. Dia ntaranya dari Ibn al Jawzi, Tajuddin al Subki dan Zayn al Iraqi. Di dalam kitabnya Ibn al Jawzi menyatakan, ”Dan dia (al Ghazali) menyebutkan di kitab Ihya’ Hadits-Hadits Maudhu’ yang tidak shahih dalam jumlah yang banyak. Sebabnya adalah karena dia kurang mengetahui tentang ilmu naql. Seandainya dia menunjukkan hadits-hadits itu kepada orang yang memahaminya. Sayangnya al Ghazali menukil Hadits bagaikan pencari kayu bakar di malam hari.”
Setelah memaparkan beberapa ulama yang mengkritik Imam Ghazali, Dr Ardiansyah kemudian memaparkan ulama-ulama yang membela al Ghazali.
Di dalam kitab Ihya’ sendiri, Imam Ghazali terlihat pemahamannya terhadap ilmu hadits sangat baik.
Di halaman 57, Kitab Ihya’, Imam Ghazali menyatakan, ”Adapun Hadits yang ringkas padanya mendapatkan apa yang terdapat dalam dua kitab shahih (Shahih al Bukhari Muslim) dengan mentashihkan naskah pada seorang yang ahli mengenai ilmu matan Hadits. Adapun menghapal nama-nama orang maka kamu cukupkan padanya dengan apa yang dibawa oleh orang-orang sebelummu dan hendaknya engkau berpegang pada kitab-kitab mereka. Tidak wajib bagimu menghapal matan dua kitab shahih itu, akan tetapi kamu cukup apa yang engkau butuhkan ketika ada kebutuhan. Adapun pertengahan yaitu engkau sandarkan kepada kedua kitab shahih itu apa yang keluar dari keduanya yang terdapat di kitab musnad-musnad yang shahih. Adapun yang panjang lebar, maka apa yang ada di balik itu sampai menguasai setiap yang dinukil daripada Hadits lemah (dhaif), kuat, shahih, saqim disertai mengetahui jalan yang banyak dalam penukilan Hadits dan mengetahui keadaan tokoh Hadits, nama-nama dan sifat-sifat mereka.”