NUIM HIDAYAT

Al Hajjaj yang Kejam

Al Hajjaj bin Yusuf aktif sebagai panglima perang pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Ia kadang membaca Al-Qur’an, mengimami shalat dan berkhotbah, tapi kejamnya luar biasa. Sekitar 120 ribu orang telah ia bunuh, untuk bela penguasa.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Andaikata setiap kaum datang membawa dosa-dosanya, maka kaum kami (Bani Umayyah) akan mengungguli mereka akibat dosa yang dibawa oleh Hajjaj bin Yusuf.”

Ulama-ulama besar, seperti Imam adz Dzahabi, Jalaluddin as Suyuthi dan Ibnu Katsir menulis al Hajjaj dengan tinta kelam.

Adz Dzahabi menyatakan al Hajjaj adalah orang yang sangat zalim, suka menindas, penguasa yang kejam dan suka menumpahkan darah. Namun di sisi lain ia juga seorang pemberani, cerdik, fasih dalam berbahasa Arab dan mencintai Al-Qur’an. Adz Dzahabi melanjutkan, ”Kami mencelanya dan tidak menyukainya, bahkan kami membencinya karena Allah. Ia memang memiliki kebaikan yang banyak dalam lautan dosa-dosanya. Kami menyerahkan perkara tentangnya kepada Allah.”

Imam As Suyuthi berkata dalam Tarikhul Khulafa’, ”Pada permulaan seratus tahun pertama pada agama ini ada musibah besar yaitu fitnah Hajjaj.”

Ibnu Katsir berkata, ”Inilah sebagian kelancangan al Hajjaj –semoga Allah mengutuknya- dan keberaniannya berkata-kata kotor dan kesukaannya menumpahkan darah yang dilarang menumpahkannya. Ia murka terhadap bacaan Abdullah bin Mas’ud karena berbeda dengan bacaan Mushaf utama yang diterbitkan oleh Amirul Mukminin Utsman bin Affan. Secara tekstual, Abdullah bin Mas’ud telah berdiskusi dengan Utsman dan mendapat persetujuannya.”

Buku yang ditulis Manshur Abdul Hakim, pakar sejarah sejarah Islam ini menarik. Buku ini aslinya berjudul “Al Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafi, Thaghiyah Bani Umayyah”, diterjemahkan oleh Pustaka Al Kautsar (2021) dengan judul “Hajjaj bin Yusuf, Algojo Bani Umayyah.”

Manshur menguraikan secara luas tentang figur al Hajjaj, asal usul kabilahnya, kepribadiannya, kondisi dinasti Bani Umayyah di masa al Hajjaj, pengepungan terhadap Ibnu Zubair di sekitar Ka’bah, kaum Khawarij di masanya, orasi-orasi al Hajjaj, pembunuhan Said bin Jubair dan akhir hidup al Hajjaj yang mengenaskan.


Setelah Muawiyah mengalihkan kekhalifahan kepada putranya Yazid bin Muawiyah, negara Islam berkembang pada masa itu. Pada masa itu terjadi peristiwa Karbala yang masyhur yang kemudian merenggut nyawa salah satu cucu Rasulullah Saw al Husain bin Ali beserta keluarga dan para sahabatnya.

Peristiwa ini terjadi karena Husain menolak membaiat Yazid sebagai khalifah penerus Muawiyah. Setelah itu ada pula revolusi Abdullah bin Zubair terhadap pemerintahan Yazid. Saat itu Abdullah bin Zubair telah dibaiat menjadi khalifah oleh penduduk Hijaz, Yaman, Jazirah dan Irak. Konflik antara Yazid dengan Abdulah bin Zubair ini berlanjut hingga masa Abdul Malik bin Marwan menduduki kursi kekhalifahan.

Pada masa Abdul Malik bin Marwan memang bidang keilmuan berkembang pesat dan ketika itu diberlakukan mata uang Islam Umawiyah. Khalifah mendirikan beberapa perpustakaan, mendorong para ilmuwan serta ulama dan sangat memperhatikan mereka, sehingga di Damaskus banyak berdiri institusi-institusi keilmuan, sekolah-sekolah dan rumah ibadah. Hal itu turut menarik para ulama, pemikir dan fuqaha untuk datang ke Damaskus.

Meski demikian, konflik terjadi antara Abdul Malik bin Marwan dengan Abdullah bin Zubeir. Abdullah bin Zubeir merasa dirinya didukung oleh masyarakat di berbagai wilayah menolak mengakui Abdul Malik sebagai khalifah. Melihat konflik itu, ulama yang terkenal saat itu Muhammad bin Ai bin al Hanafiyah menolak membaiat keduanya. Ia mengatakan, ”Aku tidak mau membaiat hingga semua orang membaiatnya. Jika mereka semua telah membaiatnya, maka aku pasti akan ikut membaiat.” Abdullah bin Abbas juga bersikap serupa.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button