Al Hajjaj yang Kejam
Pada tahun 70 H, Abdul Malik bin Marwan keluar ke Irak untuk merebut wilayah itu dari Abdullah bin Zubeir. Abdul Malik akhirnya berhasil merebut wilayah itu (Kufah) dan ia kemudian dibaiat penduduk Kufah dan mengangkat gubernur Irak yang baru.
Wilayah kekuasaan Abdullah bin Zubeir tinggal tersisa wilayah Hijaz. Abdul Malik bin Marwan kemudian memerintahkan al Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafi untuk memimpin pasukan perang untuk menundukkan Abdullah bin Zubeir yang terkepung di Makkah
Pasukan al Hajjaj bergerak dari Thaif ke Makkah dan kemudian mengepung wilayah itu. Ia melempari pasukan Ibnu Zubeir dengan serbuan Manjaniq (ketapel besar dengan peluru bola api). Akhirnya pasukan Ibnu Zubeir terpojok dan tercerai berai. Namun Ibnu Zubeir tetap pada pendiriannya, menolak menyerah hingga ia terbunuh pada tahun 73H. Masa kekhalifahan Ibnu Zubeir hanya berlangsung selama sembilan tahun.
Dengan terbunuhnya Ibnu Zubeir, wilayah Hijaz kembali di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan al Hajjaj ditetapkan menjadi gubernur Hijaz hingga 75 H.
Kepemimpinan atau kekhalifahan Ibnu Zubeir ini menurut banyak ulama sebenarnya adalah sah. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dari Malik bahwasanya Ibnu Zubeir lebih utama dari Marwan bin Hakam, dan ia lebih berhak menjadi khalifah daripada Marwan maupun putranya Abdul Malik.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa tidak dipungkiri lagi bahwa Ibnu Zubeir adalah pemimpin umat Islam setelah meninggalnya Muawiyah bin Yazid. Ia lebih cerdas daripada Marwan bin Hakam. Ibnu Zubeir telah dibaiat oleh penduduk dari berbagai wilayah Islam.
Ibnu Hazm dan Imam as Suyuthi menegaskan bahwa kepemimpinan Ibnu Zubeir sudah sah secara syara’. Keduanya menganggap bahwa Marwan bin Hakam dan putranya Abdul Malik bin Marwan sebagai pemberontak yang keluar dari kekhalifahan Ibnu Zubeir. Hal ini juga dipertegas oleh Imam adz Dzahabi yang mengatakan bahwa Ibnu Zubeir adalah Amirul Mukminin yang sah secara syara’.
Salah satu sahabat yang terkenal yang mendukung Ibnu Zubeir adalah Abdulah bin Abbas. Ibnu Abbas pernah diangkat menjadi seorang qadhi (hakim) pada masa kepemimpinan Ibnu Zubeir di Mekkah. Ibnu Abbas sering memuji Ibnu Zubeir. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Ibnu Zubeir merupakan orang yang membaca Kitab Allah, berbudi luhur, ayahnya adalah seorang sahabat yang bernama az Zubeir, ibunya bernama Asma’, kakeknya adalah Abu Bakar, bibinya adalah Khadijah, bibi dari ibunya adalah Aisyah dan neneknya adalah Shafiyah.
Az Zubeir adalah putera dari Zubeir bin Awwam, salah satu dari 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah.
Di waktu kecilnya ibunya (Asma’) pernah mendatangi Rasulullah, dan Rasul memberikan kunyahan kurma yang telah tercampur dengan ludahnya, kepada Ibnu Zubeir kecil. Ia adalah orang yang banyak beribadah kepada Allah, fasih dalam berbicara, banyak berpuasa, banyak shalat malam dan memiliki cita-cita yang luhur. Ia termasuk salah satu perawi hadits Nabi Saw.
Tapi begitulah sejarah terjadi. Abdullah bin Zubeir wafat dan Abdul Malik bin Marwan berdiri kokoh sebagai khalifah.
Namun demikian, Abdul Malik bin Marwan sendiri juga bukan orang sembarangan. Nafi’ berkata, ”Sungguh aku tidak melihat satupun pemuda di Madinah yang lebih dermawan, lebih menguasai fiqih dan lebih hafal Al-Qur’an melebihi Abdul Malik bin Marwan.”