Al-Qur’an dan Kita
Seorang ahli syair menyatakan: “Para Nabi terdahulu datang membawa berbagai mukjizat. Namun setelah mereka wafat, sirnalah mukjizat-mukjizat itu. Dan engkau datang dengan membawa Kitab Suci yang tidak akan sirna sepanjang masa.”
Rasulullah Saw menyatakan: “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, bersama para Nabi dan Syuhada`. Adapun mereka yang membaca dengan gagap, namun hatinya sangat terpaut kepadanya, maka ia mendapat dua pahala.” (HR Bukhari Muslim)
Pendiri Ikhwanul Muslimin -organisasi Islam terbesar di dunia- Imam Hasan al Bana menyatakan bahwa kewajiban terhadap Al-Qur’an ada empat:
Pertama: Hendaklah kita memiliki keyakinan yang sungguh-sungguh dan kuat bahwa tidak ada yang menyelamatkan kita kecuali sistem sosial yang diambil dan bersumber dari Kitab Allah SWT ini. Sistem sosial apapun yang tidak mengacu atau tidak berlandaskan Al-Qur’anul karim pasti bakal menuai kegagalan.
Misalnya, banyak orang mengatasi problema ekonomi dengan terapi tambal sulam…Sementara Al-Qur’an telah menggariskan tentang aturan zakat, mengharamkan riba, mewajibkan kerja, melarang pemborosan dan sekaligus menanamkan kasih sayang sesama manusia. Dengan arahan semacam ini tentu problema kemiskinan dapat segera dipecahkan. Tanpa solusi ini tidak mungkin terpecahkan. Selain model Al-Qur’an ini, solusi hanya ibarat pil penenang sementara…
Kedua: Maka dari itu, kaum Muslimin wajib menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat karib, kawan bicara dan guru. Kita harus membacanya. Jangan sampai ada hari yang kita lalui, sedangkan kita tidak menjalin hubungan dengan Allah SWT melalui Al-Qur’an. Demikianlah pendahulu kita…mereka tidak pernah kenyang dengan Al-Qur’anul Karim…
Ketiga: Setelah itu, ketika membaca Al-Qur’an kita harus memperhatikan adab-adab membacanya dan ketika mendengarkan kita juga harus memperhatikan adab-adab mendengarnya. Hendaknya kita berusaha merenungkan dan meresapinya. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini turun dengan kesedihan. Maka jika kamu membacanya hendaklah kamu menangis. Jika kamu tidak menangis, maka buatlah seolah-olah dirimu menangis.” Akhi, ini artinya bahwa jika hati anda belum dapat konsentrasi sampai pada tingkat menghayatinya, hendaklah anda berusaha untuk menghayatinya. Janganlah setan memalingkan anda dari keindahan perenungan sehingga anda tidak mendapatinya…
Suatu ketika beliau (Umar bin Abdul Aziz) datang ba’da Isya’ (ke masjid). Beliau lantas berwudhu dan berdiri melaksanakan shalat. Beliau membaca, ”(Kepada malaikat diperintahkan) kumpulkanlah orang-orang zalim dan teman-teman sejawat mereka beseta apa yang selalu mereka sembah, selain Allah. Lantas tunjukkan kepada mereka jalan menuju Neraka Jahim. Dan hentikan mereka, sesungguhnya mereka akan ditanya.” (Ash Shafat 22-24). Beliau terus mengulang-ulang ayat, ”Dan hentikan mereka, sesungguhnya mereka akan ditanya”, sampai muadzin datang untuk mengumandangkan azan Subuh.
Kehebatan Al-Qur’an ini bahkan diakui oleh orang-orang kafir zaman Rasulullah. Utbah bin Rabiah, seorang kafir, ketika mendengar bacaan Al-Qur’an dari Rasulullah Saw, ia berkata, ”Sesungguhnya bacaan ini mengandung kelezatan dan keindahan. Atasnya membuahkan, bawahnya menyejukkan. Sungguh ini bukan perkataan manusia.”
Bacaan Al-Qur’an yang menggetarkan hati manusia ini yang menyebabkan Umar bin Khattab masuk Islam. Begitu pula jutaan atau milyaran manusia saat ini…
Allah SWT mengajarkan kita saat menyimak Al-Qur’an: