Ali Sang Teladan
‘Tak sekejap pun’ ia biarkan nafsunya menikmati apa yang disukainya. Sikap zuhud dari dunia selalu ia pelihara dan kehidupannya dihiasi ilmu yang diamalkan. Sepanjang hayatnya, tak pernah ia berpanjang angan, enggan melakukan sesuatu yang sia-sia dan tidak suka memerintah orang. Hatinya tertunduk khusyuk dan jiwanya merasa puas. Syahwatnya dikendalikan dan amarahnya dikendurkan. Dunia tidak pernah menjadi hasrat dan cita-citanya. Hanya kebaikan yang selalu ia angankan, sehingga ia terjaga dari segala keburukan. Ketika merasa kelalaian menghampiri, ia segera sadar dan ingat. Ia maafkan orang yang menzaliminya, memberi kepada orang yang menghindarinya dan menyambungkan silaturahmi dengan orang yang memutuskannya.”
Dr Musthafa melanjutkan:
“Ilmu berbisik kepada amal
Dan amal mesti menjawabnya
Jika tidak, ilmu menjadi sia-sia
Penggalan syair itu diungkapkan oleh “Sang Gerbang Kota ilmu”, Ali bin Abi Thalib. Umat bersepakat bahwa Ali menyimpan khazanah pengetahuan yang sangat luas. Kedekatan dan pergaulannya bersama Nabi Saw serta kecintaannya yang sangat besar kepada ilmu telah memberinya pengetahuan yang kaya dan berharga.
Inilah keutamaannya yang paling cemerlang, nyaris tanpa tanding. Semua orang mengenalnya sebagai sahabat yang berpengetahuan luas. Ia memiliki beragam pintu ilmu. Ali juga punya semangat dan gairah yang tinggi untuk menuntut ilmu. Ia berkata,”Sepanjang hidupku bersama Rasulullah Saw tidak sekalipun mataku terpejam dan kepalaku terbaring tidur, kecuali aku mengetahui pada hari itu apa yang diturunkan oleh Jibril as tentang yang halal dan yang haram atau tentang yang sunnat atau Kitab, atau perintah dan larangan. Dan tentang apakah ayat itu turun.”
Ali mencapai keistimewaan dalam bidang ilmu karena dua sebab. Pertama, karena anugerah yang diberikan Allah kepadanya berupa akal yang cerdas dan lisan yang fasih. Ia pernah berkata,”Allah menganugerahiku akal yang cerdas dan lisan yang fasih.” Kedua, Nabi selalu mendorongnya untuk mencari ilmu. Ali berkata,”Jika aku bertanya, aku pasti mendapatkan jawaban dan jika aku diam, beliau akan mengajariku.”
Kendati demikian tetap saja ada sebagian orang yang menolak keutamaan Ali bin Abu Thalib dalam bidang ilmu dan pemahaman syariat, termasuk diantara mereka adalah kalangan Qadariyah dan Khawarij.
Umat, bahkan Nabi Saw mengakui keluasan ilmu dan kecerdasan Ali bin Abu Thalib. Alangkah baik jika kita dengarkan nasihatnya tentang etika orang yang berilmu. Ali ra berkata,” Pelajarilah ilmu, niscaya kau dikenal dengannya. Amalkan ilmumu, pasti kau menjadi ahli amal. Kelak akan datang suatu zaman, yang pada saat itu sembilan dari sepuluh orangnya mengingkari kebenaran. Hanya orang yang bertobat dan tunduklah yang akan selamat dari zaman itu. Merekalah para pemimpin yang mendapat petunjuk. Merekalah pelita ilmu. Setiap langkah tindak mereka tak pernah tergesa atau sia-sia. Mereka juga tak banyak bicara dan menyia-nyiakan waktu.”
Dalam kesempatan lain, Ali berkata,”Wahai orang yang berilmu, amalkanlah ilmu kalian karena seorang alim adalah yang mengetahui kemudian mengamalkan. Seorang alim adalah yang ilmunya bersesuaian dengan amalnya. Akan muncul kaum yang membawa ilmu namun tidak mengamalkannya, apa yang tersembunyi pada diri mereka bertolak belakang dengan yang terlihat. Ilmunya bertentangan dengan amalnya. Mereka duduk saling berhadapan membangga-banggakan ilmunya seraya melecehkan orang lain. Akibatnya setiap orang marah kepada teman majelisnya dan meninggalkannya. Ketahuilah, amal mereka itu tidak akan naik kepada Allah Yang Maha Suci.”
Kepada para pencari ilmu, ia menyampaikan nasihatnya,”Seorang murid mesti menghormati dan menghargai guru…Ia harus menghormatinya dan duduk sopan dihadapannya. Jika seorang alim butuh sesuatu, bergegaslah melayaninya sehingga ia tidak didahului orang lain. Berusahalah untuk selalu didekatnya. Seorang alim bagaikan setandan kurma yang hendak jatuh dan memberimu manfaat…” []
Nuim Hidayat, Penulis Buku Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah.