Alumni ITB Hitam Mampus, Alumni Putih Tetap Berjuang
Jika simbol alumni yang dibanggakan rakyat adalah Ridwan Jamaluddin dan Yusrizky serta gengnya, maka hancur nasib alumni ITB.
Spektrum pembicaraan kita tentu saja, sekali lagi, terbatas pada ruang lingkup alumni ITB, aktivis dan politik. Kita membahas ini karena konsistensi sosok manusia hanya bisa dikaitkan dengan apa yang dia perjuangankan dimasa lalu. Disamping kehebohan yang dipertontonkan.
Bagaimana rakyat membandingkan saya dan Jumhur memakai baju rompi tahanan versus Ridwan Jamaluddin dan Yusrizky memakai rompi tahanan? Yang satu untuk perjuangan versus lainnya untuk kejahatan.
Penutup
Ditangkapnya Ridwan Jamaluddin atas kerugian negara Rp5,7 Triliun dan Yusrizky atas kerugian negara Rp8 T, membuat alumni ITB secara keseluruhan malu. Sebab, mereka adalah idola yang selama ini dibanggakan. Kemaluan ini harus menjadi refleksi bagi alumni ITB untuk merujuk pada nilai-nilai apa yang sesungguhnya ITB telah tanamkan pada mereka selama kuliah?
Refleksi itu harus menghasilkan kejijikan pada elite-elite alumni yang selama ini menyerang Islam, dan menuduh alumni ITB yang beroposisi sebagai kelompok radikal-radikul. Karena, faktanya, dalam nilai-nilai yang berkembang di lingkaran alumni selama ini, pembiaran atau permisif, pada tingkat minimum, maupun bagian konspirasi dalam tingkatan lainnya untuk berjamaah korupsi, telah berlangsung. Jika tidak menghasilkan refleksi apapun, dan masih bangga dengan kelompok Ridwan dan Yusrizky, berarti telah terjadi disorientasi nilai-nilai kebenaran yang diperoleh selama di ITB dulu.
Namun, jika refleksi menghasilkan kesadaran baru, maka alumni ITB dapat berkolaborasi dengan kelompok alumni putih untuk membangun bangsa. Membangun bangsa artinya menciptakan Indonesia bebas korupsi, membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge society) dan melakukan politik redistribusi untuk kesejahteraan rakyat.[]
Dr. Syahganda Nainggolan, Alumni Geodesi ITB ’84, Studi Pembangunan ITB 2002.