Amal: Antara Ikhlas dan Riya
Sehingga kita sebagai hambanya diperintahkan untuk ikhlas yang merupakan rahasia Allah dan tidak ada yang mengetahui kadar ikhlas kecuali Allah.
Dengan demikian kita juga diperintahkan untuk menjauhi sifatriya’yang merupakan rahasia seorang hamba. Tak ada yang mengetahui bahwa seseorang itu riya’ kecuali dirinya sendiri dan Allah.
Lalu pertanyaanya riya’ itu apa??
Riya’ adalah mencari pengakuan manusia melalui amal akhirat. Riya’ merusak nilai spiritual dan dapat membuat hubungan sosial tidak tulus, karena amal dilakukan hanya untuk pengakuan.
Di era media sosial, semakin banyak orang yang merasa perlu memamerkan kebaikan atau amal mereka secara publik. Seperti memposting foto saat memberi sedekah atau melakukan amal sosial. Hal ini, walaupun bisa menginspirasi orang lain, juga bisa memunculkan kecenderungan riya’.
Riya’ di zaman modern ini tidak lagi hanya tentang mencari pengakuan dalam komunitas sekitar, tetapi bisa menyebar luas melalui media digital.
Di satu sisi, teknologi mempermudah kita untuk berbuat baik, namun di sisi lain, ia juga menguji keikhlasan niat kita. Contoh nyata dapat dilihat dalam konteks amal sosial, di mana banyak orang yang berusaha menunjukkan kedermawanan mereka di depan publik, sementara di balik layar, mereka mengabaikan orang-orang yang benar-benar membutuhkan.
Ketidakjujuran dalam niat ini dapat menciptakan ketidakpercayaan dalam hubungan antar-individu, dan menghilangkan rasa saling peduli dalam komunitas. Maka orang yang seperti itu, adalah orang yang riya’ dan amalnya akan ditolak serta ia menyekutukan Allah.
Sebagaimana nabi dalam hadist Qudsinya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
«قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ»
“Aku (Allah) adalah dzat yang tidak butuh terhadap sekutu. Maka, barangsiapa beramal untuk selainku, aku bebas darinya dan bagianku untuk apa yang disekutukannya.”
Maksud dari hadist qudsi di atas, yakni barangsiapa yang beramal untul selain Allah, maka lepas tanggungan bagi Allah untuk memberinya rezeki dan mengabulkan permintaanya. Ini menunjukkan kemurkaan Allah terhadap orang yang beramal untuk selainnya(riya’).
Dan menegaskan bahwa Allah tak pantas diduakan. Karna tidak ada dzat yang Rohman Rohim serta mampu mengabulkan permintaan seorang hamba kecuali Allah. Lalu untuk apa kita beramal karna sesuatu yang tidak bisa memberi kemanfaatan pada kita?. Tentu hal tersebut merupakan suatu kehinaan.