NUIM HIDAYAT

Amien Rais: Siapa di Atas Jokowi?

Dalam pidatonya di channel YouTube baru-baru ini, Prof Amien Rais menyatakan bahwa di belakang Pak Jokowi sesungguhnya ada orligarki yang sifatnya parasitic, benalu dan predatory.

Amien menyampaikan bahwa di kalangan akademisi maupun kalangan wartawan investigatif, memotret negara-negara yang dulu politiknya semula demokrasi, kemudian meluncur ke sistem yang nggak demokratis atau sulit dikatakan demokrasi. Seperti dikatakan Freedom House dll. Selama dekade belakangan ini ada gejala global democracy in retreat, demokrasi makin berjalan mundur, ada disintegrasi demokrasi. Di zaman Pak Jokowi inilah demokrasi kita itu pada proses amburadul, sekrup-skrupnya longgar, banyak mekanisme demokrasi nggak jalan.

Menurut Guru Besar Ilmu Politik ini, demokrasi kita itu telah menjadi otokrasi. Di Solo, Gibran (Walikota Solo), dikatakan oleh banyak tokoh politik sebagai pemimpin masa depan. Mereka mengirimkan tokoh-tokoh pentingnya, Sekjennya kepada mas Gibran.

Maka demokrasi kini tinggal nama, dan yang mungkin disalahkan dalam hal ini adalah wakil rakyat, baik di DPR, DPD maupun MPR. Wakil rakyat yang harusnya melakukan perbaikan, begitu masuk parlemen sudah lupa dan kemudian bagaimana membongkok kepada eksekutif.

Pak Jokowi ini sebenarnya hanya wajah depan kekuasaan, sementara sesunguhnya ia tidak terlalu bebas mengambil keputusan, karena disetir oleh para oligarki. Mereka, seperti benalu atau parasit dan ini berdampak jauh bagi demokrasi kita, kalau tidak diusahakan penyetopannya. Pengalaman negara demokrasi terbesar di dunia, bisa dilihat, yaitu demokrasi di Amerika.

Menurut Amien, di Amerika itu ada dua Presiden Roosevelt. Yang pertama, Theodore Roosevelt. Presiden ini merasakan bagaimana kekuatan oligarki yang punya kekuatan yang luar biasa mendikte Gedung Putih dan ini bagi Roosevelt adalah lampu merah bagi demorasi. Untuk membendung kaum kaya itu, ia menerapkan pajak progresif yang tinggi sekali kepada kaum yang berpunya. Yang kedua, adalah Presiden Frank Delano Roosevelt. Presiden ini makin sadar bahwa oligarki makin kuat dan ia makin kuat bila tidak tidak diimbangi dengan partai politik yang kuat dan serikat-serikat buruh yang kuat.

Sampai sekarang oligarki di Amerika itu yang menguasai, memegang kedaulatan kekuasaan ini masih tetap berlangsung. Apakah yang menghuni Gedung Putih itu Republik atau Demokrat, sama saja. Oligarki di Amerika yang jumlahnya lebih kurang satu persen, menguasai keuangan nasional 35 sampai 40 pesen. Mereka mendikte White House dan parlemen Amerika.

Amien Rais melanjutkan bahwa di Indonesia ini ada kemiripan yang luar biasa dengan Amerika. Memang di atas permukaan ada Pak Lurah dan menterinya, tapi Pak Lurah atau eksekutif ini (dengan oligarkinya) menguasai sebagian besar anggota DPR, DPD atau MPR.

Oligarki di Indonesia ini amat sangat kaya, yang secara praktis dapat mendikte keinginannya. Sampai bisa mengatakan siapa yang akan menjadi pemimpin nasonal di masa datang, siapa yang akan jadi menteri, siapa panglima TNI, siapa Kapolri dan lain-lain. Wallahu a’lam.

Ketika ada debat panas antara calon presiden Jokowi dan Prabowo, diakui bahwa ada kekayaan Indonesia yang diparkir di luar negeri sebesar 11.300 trilyun. Orang-orang kaya ini mengalihkan kepemilikannya itu ke luar negeri, seperti di bank Singapura dan lain-lain. Kaum kaya di negara ini berkelit-kelit, sehingga tidak jelas siapa pemilik uang itu di Bermuda, Virgin Island, Singapura dan lain-lain. Sehingga petugas pajak kita tidak bisa menjangkaunya, karena di luar negeri.

Mereka ini bisa membeli hasil pemilu ke depan. Sekitar 82% pemenang pemilu di daerah sampai sekarang dikendalikan kelompok ini. IMF pernah membuat riset bahwa negara-negara demokrasi tiap tahun kehilangan 600 milyar dolar, karena orang-orang kaya melarikan kekayaannya ke pintu-pintu kecil untuk menghindari pajak. Ada kongkalikong pejabat negara dengan mereka. Banyak yang terkejut ketika Panama Papers muncul. Disitu ada nama Luhut Binsar Panjaitan, Sandiaga Uno, Ahok dan nama-nama lain. Masing-masing mereka itu kemudian mengingkari dan kasus ini ditutup. Ditutupnya kasus itu bukan berarti selesai kasus itu.

Ini harus diubah. Darimana kita mulai. Dimulai dari kesadaran wakil rakyat, jangan mereka mengkhianati pesan kaum duafa. Rakyat sudah kembang kempis hidupnya, wakil rakyat pesta pora. Banyak kini anggota DPR yang jadi pengusaha, ini tentu sesuatu yang tidak mudah.

Terakhir, Amien Rais berpesan pentingnya moral dalam politik. Mana wakil rakyat yang betul-betul membela rakyat dan mana diantara mereka yang memakai topeng kerakyatan yang dibela adalah oligarki. Mari kita pikir bersama, kata Amien menutup pidatonya.[]

Nuim Hidayat, Penulis Buku Imperialisme Baru.

Artikel Terkait

Back to top button