NASIONAL

Ancaman Perubahan Iklim, Sri Mulyani: Indonesia Butuh Rp3.461 Triliun

Jakarta (SI Online) – Menteri Keuangan Sri Mulyani setidaknya dua kali mengingatkan ancaman besar perubahan iklim (climate change), yaitu pada webinar virtual, Ahad (22/8) dan disusul dengan pembicaraan daring juga pada Kamis (26/08) kemarin. Perubahan iklim diperkirakan mulai berdampak pada 2030-2045.

Sri Mulyani menyebutkan, kebutuhan Indonesia mengatasi perubahan iklim mencapai Rp3.461 triliun atau setara dengan 266 miliar dolar AS hingga tahun 2030.

“Ini berarti belanja mitigasi kementerian/lembaga kita selama ini baru menutupi 21 persen dari kebutuhan pendanaan untuk bisa mencapai komitmen Paris atau Net Zero Emission untuk 2060,” ucap Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (26/8), seperti dilansir ANTARA.

Beberapa hari sebelumnya Menkeku menjelaskan, selain Covid-19, ternyata masih ada ancaman yang sangat nyata bagi Indonesia di masa depan.

“Satu hal sedang dibahas dan menjadi persoalan pelik di dunia yaitu climate change. Ini akan menjadi risiko yang nyata karena kebetulan waktu kita bicara tentang Indonesia 2045, kita akan bicara tentang timeline climate change,” ujarnya.

Menurutnya, jika Indonesia dan negara di dunia tidak bisa menciptakan nol emisi karbon (net zero emission) pada periode 2040-2050, maka dampaknya akan sangat besar dan bisa menjadi bencana.

Adapun dampak yang bisa ditimbulkan dari perubahan iklim adalah peningkatan suhu bumi yang saat ini sudah mulai terasa. Dampak ini akan sangat nyata terjadi bagi Indonesia yang juga bisa dilihat dari laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC).

“Dalam laporan IPCC mengenai masalah dampak climate change di kawasan south Asia, Indonesia jadi salah satu negara yang dilihat akan mengalami dampak yang luar biasa dari mulai pemanasan yang bisa menjadi kebakaran hutan hingga banjir yang bisa melanda kota-kota di Indonesia termasuk dalam hal ini kenaikan permukaan laut,” kata dia.

Bendahara negara ini menjelaskan, dampak buruk ini bisa dialami Indonesia karena dipengaruhi demografisnya sebagai negara kepulauan. Sehingga langkah mitigasi harus dilakukan sejak dini.

“Ini menjadi masalah relevan, dimensi sosial ekonomi dan tentu saja dari dimensi finansial dan politik. Ini isu yang akan menjadi salah satu tantangan besar yang perlu menjadi perhatian dan policy-nya perlu disiapkan,” jelasnya.

Maka dari itu, ia berpendapat APBN tidak bisa membiayai sendiri komitmen perubahan iklim tersebut, sehingga dibutuhkan mobilisasi dana yang berasal dari swasta, baik domestik maupun global.

Dengan demikian, pemerintah akan terus memformulasikan kebijakan-kebijakan yang mampu untuk menarik lebih banyak investasi untuk membangun sektor-sektor utama penentu perubahan iklim yakni kehutanan, energi dan transportasi, limbah, pertanian, serta industri, agar tetap bisa memenuhi target penurunan CO2.

Red: Agusdin/ANTARA

Artikel Terkait

Back to top button