Anies, dari Ibu Kota ke Ibu Pertiwi
Dan inilah yang paling esensial dan substansial bagi keberhasilan Anies yang sungguh amat membanggakannya dan semua kita: bisa mewujudkan apa yang sangat diidam-idamkan dan dirasakan oleh setiap dan seluruh warga kotanya:
Kenyamanan, keamanan, ketentraman dan kedamaian untuk semakin menyemaikan, merekatkan dan melekatkan rasa persatuan dan kesatuan, dikarenakan di dalamnya ada perasaan persenyawaan simbiosis mutualisme dan kolaborasi bersama, yaitu adanya nilai ketakangkuhan dan ketaksombongan: kesetaraan dan keadilan.
Bayangkan! Jakarta sebagai kota megapolitan yang sangat modern yang sudah berskala berkemajuan global dan mondial. Boleh jadi sekarang sudah setaraf dengan Singapura, Seoul, Tokyo, Hongkong, bahkan Dubai sekalipun.
Dari pencapaian itu sudah pasti masih menyisakan “efek marginalisasi akibat keangkuhan dan kesombongan kota” itu.
Bukan sedikit masalah disparitas dan diferensiasi mempengaruhi tingkat demografi dalam strata dan struktur sosialnya, tetapi Anies masih mampu menyediakan program-program yang memberdayakan sifat, sikap dan perilaku kemanusiaan:
Banyak merevitalisasi kampung masyarakat miskin kota, banyak dibangun fasilitas rusun korban penggusuran, rebuilding rumah-rumah kampung korban kebakaran dengan cuma-cuma, selalu setiap tahun menaikkan upah minimum kota khususnya bagi komunitas kaum buruh, tarif sangat murah dan keterjangkauan infrastruktur dasar: penyediaan air minum dan transportasi massa kota terintegrasi (Jaklinko), pembebasan PBB bagi sebagian masyarakat berjasa (guru, dosen dan veteran), dan masih banyak lagi.
Tampaknya itulah yang mendorong meng-gaspol transformasi politik untuk proses pemindahan Anies dari Balaikota ke Istana Negara tengah berlangsung dengan dinamika dan akselerasi sangat progresif yang nyata dan niscaya juga.
Sambutan kemeriahan dan suka cita itu tidak lagi dari hanya warga Jakarta saja, pun semesta rakyat dengan semangat euphoria dan teriakan asa yang luar biasa menyebut “Anies Presiden”di langit-langit nusantara terasa semakin menggema dan mengguncang “dunia politik demokrasi” Ibu Pertiwi di setiap kehadiran dirinya.
Semakin meragukan dan merontokkan adanya premis: bahwa setelah Anies menjabat jabatan Gubernur usai, Anies akan semakin tenggelam, tanpa panggung lagi.
Dengan demikian akan tanpa kekuatan daya dorong popularitas publikasi lagi yang biasanya Anies selalu terviralkan melalui media sosial dan atau media elektronik lainnya: itu zonk tak terbukti!
Apalagi menyongsong adanya momentum untuk menggerakkan “dua mesin kendaraan politik” Anies mulai memanas dan berjalan yang akan mengantarkannya ke kursi kepresidenan telah memuluskan dan meluluskan janjinya dengan baik dan penuh keyakinan tanpa ragu, meskipun Anies terus-menerus digempur tak henti bully-an dan fitnah.