Anies Melawan Kekuatan ‘Rantai Politik Kekuasaan’, Mampukah?
Demikian pula masih bersifat euforia pula terkait keberkembangan komunitas relawan politik Anies, meskipun sangat tumbuh subur di persemaian elektoralitasnya sebagai vote getter di seluruh pelosok nusantara jelang Pilpres 2024 ini.
Diperlukan gerakan dan pergerakan yang transformatif —menurut pengamat politik jurnalistik senior Asyari Usman, untuk berubah yang bersifat militansi ideologis bahwa perjuangan dan kejuangan akan terwujudnya perubahan Indonesia ke depan yang lebih baik—atas kepemimpinan terpilih Anies pun, tidak sekadar euforia, partisan dan spartan.
Pergerakan yang bersifat militansi dengan idiologi perjuangan dan kejuangan perubahan itu didasari pondasi sangat kokoh dalam penegakan kedaulatan rakyat.
Dengan demikian, kekuatan komunitas relawan politik itu akan menjadi “kunci” ketika memasuki pintu gerbang utama dalam ruang hukum formalitas politik secara “dejure” bergabung bersama dengan koalisi partai-partai politik yang kelak akan mengusung Anies menuju pemenangan dan menghantarkan ke kursi Presiden, sebagai gerakan terpercaya dan bertanggung jawab membawa visi, misi dan rekam jejak kedaulatan rakyat itu menuju perubahan untuk kesetaraan, keadilan dan kesejahteraan sosial bersama.
Jika nilai-nilai kepentingan bagi kedaulatan rakyat ini sudah terjunjung tinggi dengan kesadaran dan keyakinannya, bukan hal yang tidak mungkin Anies memenangkannya dengan pencapaian suara “luar biasa” di atas 65% suara minimal. Hal angka yang paling aman untuk menghantarkan perubahan Indonesia lebih baik itu.
Pada akhirnya, pilihan episode terakhir pula dalam pertarungan sengit di “padang Kurusetra” nusantara di kontestasi Pilpres itu, adalah bagaimana merebut “keyakinan” dan “kepercayaan” masyarakat yang masih sedang terhempas dan terjerembab karena masih terbelenggu oleh adanya tingkat disparitas yang nyatanya masih menganga lebar. Bahkan, karena pengaruh pandemi dan keberpihakan pemerintahan rezim penguasa Jokowi, menjadi semakin miskin, bahkan terus-menerus mengalami pemiskinan.
Sudah pasti “dalam kondisi terdesak begini”, apalagi nanti ditandai memasuki krisis ekonomi 2023, jebakan “pembelian suara” kedaulatan rakyat itu akan kembali terjadi. Apalagi, dengan tidak lagi amplop tipis berwarna putih. Melainkan, dengan amplop yang agak tebal berwarna coklat.
Itulah strategi “pembelian suara” kepada komunitas masyarakat disparitas yang sesungguhnya —jika mereka sadari dan itu hanya keterpaksaan, mereka itu “korban peracunan politik” oleh oligarki korpirasi yang berkolusi dan berkonspirasi dengan rezim penguasa.
Lantas, mampukah Anies yang hanya bermodalkan idealisme asa dan cita-cita kedaulatan rakyat kemudian perasaan itu “terpatri” kemudian merebut dan mengusirnya di tengah-tengah mereka yang sedang menderita?
Semoga, karena masih ada kekuatan lain yang lebih maha dahsyat, Vox Populi Vox Dei! Wallahu a’lam Bishawab.
Mustikasari-Bekasi, 25 Desember 2022
Dairy Sudarman, adalah pemerhati politik dan kebangsaan.