Anies, Nasi dan Demokrasi
Nasi itu makanan kebutuhan pokok rakyat. Gak kaya, gak miskin. Gak kenal strata, gak kenal status. Laki-perempuan akil balik, balita pun pada saatnya kemudian makan nasi. Seluruhnya makan nasi.
Sampai ada suatu simptom tanpa makan nasi, manusia Indonesia dianggap belum makan apa-apa, meski keniscayaannya sudah banyak yang dimakan.
Maka, nasi itu bukan saja pokok, tapi juga dasar. Landasan. Pondasi. Fundamen. Bahkan, Pedoman. Untuk manusia Indonesia hidup dan hidup manusia Indonesia. Artinya, sumber bekal dari suatu kekuatan daya dan energi untuk perjuangan menempuh kelangsungan kehidupan.
Lebih jauh dari itu, nasi itu raw materials suatu dan sesuatu yang hakiki. Tumbuh berada di bawah langit, tapi di atas tanah. Bagian dari nature, tapi juga menyentuh bagian dari religiusitas langit.
Anugerah bernilai Ketuhanan. Karena mengandung nilai harapan, didambakan dan harus didapatkan.
Diperjuangkan dengan penuh perjuangan. Seringkali dengan mengusir waktu, tak kenal siang, tak kenal malam.
Adagium nasi seluruhnya yang digambarkan dalam alam bawah sadar, dalam rasa batin, keyakinan dan keimanan maupun pikiran akal sehat dan rasional di atas tadi, sama halnya dengan demokrasi.
Pilihan pembedanya hanya satu ditentukan oleh konstitusi Indonesia yang didaulati rakyat dan hukum Tuhan tertinggi . Ada aturan main yang telah disepakati sebagai hal yang pokok, dasar dan landasan, serta pedoman dan haluan juga.
Dan fungsi demokrasi itu pilihan untuk menentukan pemimpin rakyat, para pemakan nasi. Jadi, nasi dan demokrasi itu sesungguhnya suatu nilai keniscayaaan, kebenaran dan keyakinan yang merupakan satu kesatuan yang hakiki.
Dan ketika politik demokrasi itu harus ditegakkan untuk memilih siapa calon yang akan memimpin, itu sama halnya dengan hakiki politik bagaimana proses “nasi” dimasak, sebagaimana suatu proses “demokrasi” itu diimplementasikan.
Bagaimana proses “nasi” dimasak untuk mendapatkan rasa pulen yang paling murni dan asli orisinal untuk mewujudkan hakiki kesejatian demokrasi:
Tempatnya bukan di rice cooker, magic com, magic jar, dandang, panci, dsb, tetapi harus di gerabah periuk sebagai warisan alam, tradisi dan sejarah: merekam jejak segala jejak napak tilas segala pengalaman dan perjuangannya semenjak zaman kolonialisasi hingga kemerdekaan.