Anies, Nasi dan Demokrasi
Dibakar api di bawah gerabah periuk di tumpukan batu. Bahan bakarnya pun harus berasal dari kayu, bukan minyak, gas atau listrik.
Maka, dengan proses pembakaran yang baik dan memadai, serta dengan menggunakan keseimbangan ukuran air yang layak, memasak nasi di gerabah periuk yang menantang dan penuh perjuangan itu selalu dan pasti akan menghasilkan dua hal:
Pertama, menghasilkan nasi yang sangat pulen di makan.
Dan hal keduanya, menghasilkan pula nasi sisa berupa kerak nasi atau intip, gumpalan nasi lengket keras dan hitam berasa pahit.
Nasi pulen yang dimakan enak oleh seluruh rakyat Indonesia menandakan simbol kemakmuran sebagai hasil yang berasal dari kejayaan demokrasi, sebagai cara sebagaimana proses “demokratisasi” diimplementasikan dan dijalankannya.
Sebaliknya, kerak sisa nasi pulen berupa “kerak nasi” adalah, penandaan simbol kemiskinan dan ketertinggalan, kebodohan, keserakahan, kerakusan dan kesombongan, hal-hal yang dalam kesejatian demokrasi, itu telah menyimpang jauh, keluar jalur, dan telah meleset dari nilai kebenaran dan pertanggungjawaban serta kepercayaannya.
Dalam konteks demokrasi elektabilitas di Pilpres 2024, sebagai hakiki demokrasi yang diharapkan akan menghasilkan nasi pulen itu, adalah partai-partai yang bakal tergabung di Koalisi Perubahan, sebagai lembaga infrastruktur organik politik yang kandungan gizinya, adalah visi transformatif harapan dan keinginan untuk merestorasi perubahan Indonesia, mewujudkan akselerasi kesetaraan, persatuan dan kesatuan, dan menegakkan serta mengalirkan keadilan itu ke dalam ruang kesejahteraan itu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebaliknya, nasi kerak, adalah bagian yang ditunjukkan, —kecuali Nasdem, oleh eks atau mantan yang tergabung dalam partai-partai oligarki, termasuk yang diusungnya sang Presiden Jokowi yang telah menjadikan Indonesia negeri “nasi kerak”. Kenapa?
Ternyata, dalam nasi kerak itu ada sekumpulan mikroba beracun, tersembunyi dalam gelap dan nyaris tak kelihatan, disebut sebagai segelintir oligarki korporasi yang tidak saja telah menguasai, bahkan telah menjadi biang kerok merusak negara.
Negara dirusak dan diruntuhkan oleh konspirasi dan kolusi sangat luas dan dalam dari hulunya Istana, hingga hilirnya Kabinet, lembaga-lembaga dan komisi-komisi tinggi negara.
Mereka mengeroyok demi materialisme fana yang seolah nasi pulen, padahal yang mereka gerogoti terus-menerus itu nasi kerak haram yang akan menjebloskannya ke alam neraka yang “baqa”, keaslian abadi alam ukhrawi, Alam Pengadilan Penghisaban kelak.