Anies: Realitas Politik ‘Panas-Adem’
Anies itu “President in Waiting”, kata Jurnalis Senior, Asyari Usman. Tetapi bagi saya, “Anies is in Political Controling”.
Sekarang hanya Anieslah yang bisa mengendalikan situasi dan kondisi politik Indonesia. Terutama, perpolitikan di tanah air terkait kepelibatan menjelang Pilpres 2024.
Siapa pun penentuan calon baru partai koalisi dari PDIP, KIB atau koalisi partai politik lainnya. Juga siapa calon baru Presidennya sekalipun. Anies-lah pula yang menjadi “kendali” tolok ukur dan parameter mereka.
Kenapa itu bisa terjadi?
Fakta faktualisasinya, bagi partai oligarki suasana terasa “adem” ketika hingga saat ini masih belum terdeklarasikannya koalisi Nasdem, PKS dan PD yang semula akan direalisasikan bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November 2022.
Yang sudah pasti selalu menjadi pusat sorotan dan “kendali” revitalisasi perkembangan rivalitas politik mereka itu.
Bahkan, sebisa mungkin mereka berharap koalisi itu tak akan bisa terwujud. Entah, melalui buzzeRp yang menjadi “pelanggan penerima royalti” dari bandar oligarki dengan rentetan peluru senjata tak terhentikan melontarkan suatu thema isu-isu, gosip-gosip, bahkan hoax-hoax yang selalu mendiskritkan Anies.
Dan atau malah mereka sendiri yang “menghembuskan angin” bahwa bagi mereka di antara ketiga partai calon pendukung Anies itu masih akan terbuka lebar dan sangat cair, kalau perlu disambut dengan menggelar “karpet merah” untuk bergabung dengan partainya.
Intinya, kedua tujuan itu berpokok kepada penyasaran kejatuhan kredibilitas Anies. Maksudnya, sebisa mungkin menjegal Anies tidak memenangkan suara Pilpres 2024. Kemudian, Anies gagal menjadi Presiden.
Tetapi lucunya, ibarat alat setrikaan situasi “gerah “ dan “panas” itu juga bisa dipicu oleh saklar listriknya yang dicolokkan oleh mereka sendiri.
Gegara ketika Jokowi diundang oleh Perindo acara dirgahayu ke-11, dalam sambutan pidatonya Jokowi berceloteh seolah me-“legacy” jabatan presiden berikutnya, kali ini jatahnya, adalah Prabowo Subianto.