Antara yang Menikmati dan yang Mengutuk Demokrasi
Keteguhan Masyumi dalam memegang Islam inilah yang menyebabkan Masyumi menempati pemenang kedua dalam pemilu 1955. Bahkan bila NU tidak keluar dari Masyumi (1952), Masyumi menempati nomor satu mengalahkan PNI.
Bila PNI dan NU anggotanya kebanyakan dari masyarakat Jawa, Masyumi tidak. Pemilih Masyumi menyebar dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain lain. Masyumi adalah organisasi Islam yang egaliter. Ia mengambil keputusan organisasi dengan cara musyawarah bukan dengan cara otoriter.
Maka, meski dibubarkan oleh presiden Soekarno pada 1960, Masyumi tetap mendapat simpati dari masyarakat luas. Keteladanan dan keteguhan dalam memegang prinsip prinsip Islam menjadi contoh generasi berikutnya hingga kini.
Walhasil sebenarnya kini tidak lagi zamannya berdebat soal demokrasi bagus atau tidak. Kenyataannya yang berlaku di negeri kita saat ini adalah demokrasi. Mereka yang mengutuk demokrasi maka ia akan berjuang di pinggiran. Ia tidak akan masuk menjadi kaum eliet atau pengambil kebijakan di negeri ini. Ia harus puas dengan bersuara atau berdemo saja, tapi pengambilan keputusan akan ditentukan pihak lain.
Sikap para ulama Masyumi ini nampaknya mengambil iktibar para wali atau para ulama pendahulu di negeri ini. Dulu sebelum merdeka 1945, ketika sistem kerajaan berlangsung di wilayah ini, para ulama tidak memperdebatkan sistem kerajaan ini sesuai dengan Islam atau tidak. Padahal kalau mau ditelaah justru sistem kerajaan jauh dari Islam daripada sistem demokrasi.
tetapi para ulama tidak peduli dengan sistem itu. Mereka hanya peduli bagaimana dahwah Islam dapat mewarnai kerajaan termasuk raja atau para hulubalangnya. Setelah raja simpati kepada dakwah Islam, akhirnya raja itukah yang menentukan sistem hukum Islam berlaku di kerajaannya.
Nusantara ini bisa dikatakan adalah gabungan dari kerajaan kerajaan Islam. Kerajaan Banten, Demak, Cirebon, Samudra Pasai, Ternate, Tidore dan lain lain. Jadi kini sudah tidak zamannya memperdebatkan sistem demokrasi sesuai atau tidak dengan Islam.
Yang lebih penting dari itu adalah bagaimana dakwah Islam ini bisa mempengaruhi presiden, gubernur, walikota dan para elite pengambil kebijakan di negeri ini. Sehingga mereka bahagia dengan Islam dan mempunyai semangat menegakkan nilai nilai Islam di tanah air. Wallahu azizun hakim.[]
Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.