SUARA PEMBACA

Apa yang Salah dari Dakwah Mengajari Berhijab?

Terjadi lagi untuk yang kesekian kalinya. Ajaran Islam tentang menutup aurat, kembali digugat. Kali ini diiringi dengan drama depresi, yang entah asli atau narasi semu ala media sekuler. Kompak pemberitaan dan alur ceritanya, seolah satu naskah drama.

Seorang siswi SMA Negeri di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disebut mengalami depresi, diduga dipaksa pakai jilbab oleh gurunya (suarajogja.id, 29/07/2022). Si siswi disebut sebagai korban pemaksaan. Kasus pun bergulir, KPAI dan Ombudsman pun dilibatkan.

Pihak sekolah telah menyatakan tak ada unsur pemaksaan, cuma mencontohkan dan mengajari. Disdikpora DIY pun mengatakan hal yang sama (inewsyogya.id, 02/08/2022). Namun arus opini perundungan lebih kuat ditambah narasi intoleran. Buntutnya, Sultan HB X menonaktifkan Kepala Sekolah dan tiga guru yang diduga terlibat perundungan (kumparan.com, 04/08/2022). Para guru itupun terancam sanksi disiplin PNS.

Kena Mental di Sistem Sekuler

Mendidik generasi agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah penciptaannya ternyata tak mudah. Terlebih di sistem sekuler liberal saat ini. Justru pendidik yang kena mental jika ingin mengarahkan generasi menjadi taat pada aturan Allah SWT.

Peristiwa di atas mengindikasikan dua hal. Pertama, sistem sekuler liberal tak memberi ruang bagi dakwah Islam. Dibebastugaskannya Kepala Sekolah dan tiga guru SMAN Bantul tersebut adalah indikator yang nyata. Tuduhan intoleransi pun tersemat, tergambar dari keputusan Pemda DIY (kumparan.com, 04/08/2022).

Padahal, apa salahnya mengajarkan Islam pada generasi? Fatal salahnya jika di sistem sekuler liberal. Sistem kapitalisme yang menjadi ibu dari sekuler dan liberal, merasa tenancam eksistensinya oleh ideologi lain, terutama Islam.

Falsafah hidup dalam Islam adalah terikat dengan hukum Allah SWT., sementara kapitalisme mendengungkan HAM dan kebebasan dalam segala hal. Orientasi materi di sistem kapitalisme menuntut manusia menghalalkan segala cara agar bisa memenuhi pundi-pundi kekayaannya. Bahaya jika dakwah Islam diberi ruang, para kapital bakalan tak bisa mengeruk kekayaan SDA negeri-negeri muslim.

Kedua, sistem sekuler liberal takkan mendukung generasi memiliki kepribadian Islam. Asas sekulernya menghendaki generasi memisahkan agama dari kehidupannya. Dan gaya hidup liberalnya mengejawantahkan nir agama di kehidupan sehari-harinya.

Lahirlah generasi yang split kepribadian. Pola pikir dan pola sikapnya tak pernah sejalan. Di benaknya telah ada pengetahuan tentang seperangkat aturan Islam. Namun prakteknya justru menganggap aturan Islam mengekang kebebasannya. Mereka menjadi ragu dengan agamanya sendiri dan bangga dengan sikap liberalnya.

Terbayang buramnya potret masa depan negeri jika diisi oleh generasi yang split kepribadian. Jangankan berjuang untuk kejayaan Islam dan menjaga kekayaan alam dari tangan-tangan rakus para kapital. Sebaliknya, mereka menjadi korban konsumerisme dan gaya hidup liberal serta terinfeksi virus Islamofobia.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button