RESONANSI

Apa yang Salah dengan Fanatik terhadap Agama?

Lalu mengapa sampai keluar pernyataan dari pejabat agar kita jangan fanatik terhadap suatu agama tertentu bahkan menyatakan semua agama benar?

Bisa jadi, kalau kita melihat kondisi bangsa kita akhir-akhir ini, polarisasi isu agama dalam konteks sosial dan politik memang sangat kental terasa. Aksi 411 dan 212 meskipun sudah berlalu sekian tahun, namun aroma dan nuansa perjuangannya masih sangat kental terasa. Khususnya dalam kehidupan ummat Islam dan sikap oposisi terhadap pemerintahan.

Dari sinilah kemudian muncul, agama seolah menjadi penyebab dari gejolak sosial dan ketidakharmonisan yang terjadi. Sampai-sampai muncul stigma terhadap kelompok Islam sebagai anti NKRI dan anti Pancasila.

Padahal, jika kita runut segala macam aspek munculnya gerakan oposisi, itu bukan hanya soal gerakan umat Islam semata. Tetapi juga muncul dari luar kelompok Islam yang merasa terusik rasa keadilan di tengah masyarakat luas pada umumnya, termasuk kalangan sekular dan pegiat HAM.

Kita ambil contoh kasus gelombang penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja, UU KPK, Tes Wawasan Kebangsaan KPK, penanganan korupsi Jaksa Pinangki dan korupsi Bansos Juliari Batubara, serta berbagai macam kebijakan lainnya yang merugikan masyarakat.

Menurut teori ilmu politik yang dicetuskan David Easton, kebijakan yang dilakukan pemerintah pasti akan memunculkan dua reaksi dari rakyat, yakni berupa dukungan atau tuntutan (oposisi).

Dukungan dari rakyat muncul jika kebijakan pemerintah itu dirasakan manfaat kebaikan serta keadilan di tengah masyarakat. Sebaliknya sikap tuntutan masyarakat kepada pemerintah itu muncul karena kebijakan pemerintah yang dirasa merugikan atau bahkan tidak adil di tengah masyarakat.

Jadi problem gejolak terhadap pemerintah yang terjadi akhir-akhir ini harus dilihat dari aspek kebijakan pemerintah itu sendiri, kenapa gerakan oposisi hingga detik ini terus terjadi kepada pemerintah. Apakah kebijakan yang dilakukan pemerintah itu sudah dirasakan kebaikan dan manfaatnya oleh masyarakat atau justru hanya menguntungkan segelintir elite oligarki dan merugikan masyarakat.

Jadi, bicara soal gejolak politik dan sosial di negeri kita dalam kaitan instabilitas politik yang terjadi, jangan selalu menjadikan agama sebagai kambing hitamnya. Sikap aparat dan pejabat negara yang justru selalu memainkan isu agama sebagai sumber instabilitas sosial dan politik hanya akan semakin memperbutruk citra pemerintahan itu sendiri. Apalagi berupaya membenturkan agama tertentu dengan Keindonesiaan dan Kebangsaan, tentu ini bukanlah sikap yang bijak dalam mengelola negara.

Tidak ada kaitan antara fanatisme agama dengan instabilitas politik yang terjadi. Justru agama-lah salah satu instrumen penguat kehidupan sosial politik dalam suatu bangsa.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button