NASIONAL

Apresiasi Kepala BNPT Minta Maaf, HNW: Nama Baik Pesantren Harus Direhabilitasi

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengapresiasi langkah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar yang datang ke MUI dan menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya bahwa ada 198 pondok pesantren yang terafiliasi jaringan terorisme.

“Saya mengapresiasi sikap Kepala BNPT yang meminta maaf atas pernyataan publiknya soal 198 pondok pesantren terafiliasi dengan terorisme, yang terkesan menggeneralisir, dan karenanya meresahkan dan menghadirkan polemik, juga memunculkan ketakutan terhadap pondok pesantren, dan memberikan citra negatif kepada komunitas pondok pesantren khususnya dan umat Islam pada umumnya,” ujar Hidayat melalui keterangan tertulisnya kepada Suara Islam Online, Jumat (4/2/2022).

Menurut Hidayat, permintaan maaf dan koreksi seperti ini sangat baik dilakukan, agar jadi tradisi, supaya para pejabat tidak asal melempar wacana yang mendiskreditkan siapapun tanpa bukti yang meyakinkan, termasuk terhadap umat Islam. Dan agar tidak lagi dilakukan framing terhadap pondok pesantren, komunitas yang terbukti berjasa bagi Indonesia melawan penjajah Belanda dan menggagalkan kudeta PKI, sebagai terafiliasi dengan terorisme.

“Tetapi karena dampak destruktif akibat pernyataan BNPT yang bermasalah itu, dan sebagai bukti ketulusannya meminta maaf, maka sudah sangat seharusnya bila BNPT bukan hanya tidak akan mengulangi laku bermasalah sejenis, tapi juga secara terbuka dan massif melakukan langkah nyata rehabilitasi untuk kembalikan nama baik Pesantren yang track record-nya adalah kontributor penting dalam perjuangan untuk mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan NKRI dengan Pancasila sebagai dasar negaranya.” ujarnya.

HNW, sapaan akrabnya, mengatakan sikap yang dilakukan oleh Kepala BNPT berkonsultasi dengan lembaga otoritatif, dalam hal ini MUI, sudah benar. Suatu hal yang harusnya dilakukan sebelum melontarkan isu sensitif ke publik.

“Tetapi apapun, peristiwa kemarin itu layak diapresiasi. Ada keberanian MUI untuk menyampaikan kebenaran dan mengkritisi kesalahan, dengan cara yang benar, dan ada keberanian dari pihak BNPT untuk akui adanya kesalahan dan karenanya meminta maaf. Semoga hal ini menjadi tradisi yang baik, sebagaimana tradisi pondok pesantren yang membela NKRI dan ajarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” jelasnya.

Lebih lanjut, HNW menambahkan tradisi yang baik ini dengan berkonsultasi dengan ulama dan kemudian mengakui adanya kesalahan dan secara terbuka meminta maaf, membuktikan bahwa tidak serta merta tuduhan yang disampaikan oleh BNPT adalah kebenaran. Apalagi, diksi yang digunakan terkesan menggeneralisir pondok pesantren.

“Langkah ini penting dicatat. Agar ke depan tidak ada lagi yang sembarangan asal tuduh dan asal framing terhadap komunitas Pesantren hanya dari pernyataan sepihak seperti dari BNPT. Karena umat Islam dengan MUI, Ormas dan Pondok Pesantren tentu juga sepakat menolak terorisme, radikalisme, dan intoleransi,” jelas HNW.

“Apalagi bila itu semua secara tidak adil dan tidak berbasiskan bukti dan kebenaran justru dituduhkan secara general kepada umat Islam dan pondok pesantren. Apalagi ditengah maraknya aksi teror dari separatis OPM, yang anehnya malah tidak mendapat perhatian dari BNPT, terbukti dengan tidak adanya pernyataan apapun dari BNPT terhadap aksi-aksi teror berulang dan terbuka dari separatis bersenjata OPM yang telah menimbulkan banyak korban baik dari TNI, Polisi, Nakes, maupun sarana-sarana publik seperti puskesmas, pasar, sekolah, padahal oleh Menkopolhukan Mahfud MD separatisme disebut lebih berbahaya dari radikalisme, dan bahkan KKB OPM disebut Menkopolhukam sebagai gerakan terorisme,” tambahnya.

Sesudah permintaan maaf dari Kepala BNPT, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berharap dalam mencegah dan mengatasi terorisme aparat penegak hukum harus mementingkan sikap taati semua ketentuan hukum dan keadilan, dan melibatkan lembaga-lembaga otoritatif seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), agar tak semena-mena melemparkan wacana sensitif dan bermasalah untuk dikonsumsi publik. Apalagi bila itu malah berlaku secara diskriminatif hanya menyasar pesantren dan masjid, dengan mengabaikan yang jelas-jelas melakukan teror secara radikal seperti gerakan separatis OPM itu,” tuturnya.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button