Artis Nyaleg, Cara Mudah Mendulang Suara?
Fenomena artis nyaleg seolah menjadi daya tarik dalam pesta demokrasi. Popularitas sang artis seolah menjadi harapan untuk mendulang pundi-pundi suara. Tidak heran, jika dari musisi hingga selebritas masuk dalam daftar bakal calon legislatif pada Pemilu 2024. Namun, akankah modal popularitas mampu mewujudkan harapan yang diamanatkan oleh rakyat?
Pendaftaran bakal calon legislatif (caleg) berakhir pada Ahad (14/5/2023). Partai politik peserta Pemilu 2024 pun ramai-ramai mendaftarkan bakal calegnya. Sejumlah nama artis dikabarkan kembali ikut serta dalam kontestasi memperebutkan kursi legislatif. Bahkan tampak nama-nama baru yang menambah daftar panjang artis nyaleg. Tercatat ada sekitar 50 artis ikut serta sebagai bakal caleg pada Pemilu 2024. (Kontan.co.id, 15/5/2023).
Fenomena artis nyaleg ini pun tak luput dari komentar. Pengamat politik Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menyebut caleg artis adalah cara mudah partai politik untuk mendongkrak suara atau kursi di parlemen, yang mana makin banyak yang memperebutkannya, karena persaingan jauh lebih ketat bersamaan dengan kian bertambahnya partai politik.
Lucas pun menilai publik sebetulnya dirugikan dengan kehadiran caleg artis. Sebab, fakta berbicara kemampuan mereka sebagai politisi atau yang berkaitan dengan kerja legislasi disebut kurang memadai. Menurutnya, anggota legislatif dari kalangan artis yang duduk di DPR selama ini tidak cukup menonjol dalam mengemukakan gagasannya. (bbc.com, 13/5/203).
Fenomena artis nyaleg sejatinya merupakan bentuk kegagalan parpol dalam melakukan kaderisasi. Sehingga cara instan pun dilakukan dengan memanfaatkan kepopuleran artis demi meraup suara. Tak mengapa tak melek politik, yang penting mendulang suara banyak. Inilah paradigma pesta demokrasi yang nyata gagal mencetak negarawan sejati.
Mirisnya, politik yang berkaitan dengan urus-mengurusi hajat hidup rakyat, tampak seolah dikerdilkan maknanya menjadi panggung hiburan. Berlomba-lomba mendulang suara dengan modal popularitas. Kontestasi politik pun jadi ajang drama politik dan pencitraan demi sukses menduduki kursi kekuasaan. Alhasil, jangan heran jika saat jadi wakil rakyat, sang artis pun kurang cakap dalam melayani kepentingan rakyat.
Sejatinya, rakyat membutuhkan para negarawan sejati yang memiliki pemahaman yang sahih dalam berpolitik. Sebab, berpolitik merupakan aktivitas yang menyangkut kepentingan seluruh hajat hidup rakyat, bukan untuk kepentingan partai atau golongan. Lebih dari itu, dunia politik bukanlah sekadar tentang mengejar kekuasaan saja, melainkan juga tentang beratnya pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Seorang negarawan sejati jelas paham bahwa berpolitik berarti siap memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat. Bukan sekadar mengumpulkan pundi-pundi materi demi mengembalikan modal politik. Sayangnya, dalam paradigma demokrasi, siapa saja dapat ikut terjun berpolitik asal cukup modal dan popularitas. Tidak heran, jika para artis pun ikut coba-coba unjuk gigi jadi calon legislatif.
Islam memandang bahwa politik merupakan aktivitas yang agung lagi mulia. Ibn Taimiyah bahkan mengungkapkan bahwa kekuasaan politik merupakan satu kewajiban agama yang utama. Hal ini sejalan dengan pengertian politik dalam paradigma Islam, yakni politik (siyasah) adalah mengatur atau memelihara urusan umat, baik di dalam maupun luar negeri. (An-Nabhani, Nizham al-Islam, 2001).
Berpolitik dalam kacamata Islam berarti mengatur dan memelihara seluruh urusan umat dalam seluruh aspek kehidupan rakyat, baik di dalam maupun di luar negeri. Bukan semata-mata untuk meraih kekuasaan pribadi, partai, ataupun golongan sebagaimana aktivitas politik dalam pandangan demokrasi. Sebab, politik adalah bagian dari hukum syarak yang menjadi induk bagi pelaksanaan hukum-hukum syarak yang lain.
Agungnya aktivitas politik dalam Islam membuat siapa saja yang terjun di dalamnya merupakan orang-orang yang paham terhadap hukum syarak dan loyal terhadap Islam dan umatnya. Paham bagaimana bertanggung jawab mengurus urusan rakyat. Paham benar bahwa amanahnya kelak berbuah konsekuensi berat antara surga dan neraka. Paham bukan sekadar paham, melainkan senantiasa menjalankan kepemimpinannya bersandarkan takwa dan syariat.
Inilah aktivitas politik yang sesungguhnya. Benar-benar melayani rakyat. Mengatur dan memelihara seluruh urusan rakyat. Bukan sekadar ajang coba-coba atas nama popularitas, tetapi minim visi dan misi dalam melayani kepentingan rakyat. Wallahualam bissawab.[]
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan.