As-Sunnah sebagai Sumber Hukum Kedua Setelah Al-Qur’an
2. Sunnah sebagai Penjelas dan Penafsir Al-Qur’an
Sunnah memainkan peran penting dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum atau kurang terperinci. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad Saw untuk tidak hanya menyampaikan Al-Qur’an, tetapi juga menjelaskannya kepada umat manusia (Sali et al., 2020).
Allah SWT berfirman:
وَأَنزَلۡنَاۤ إِلَیۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَیِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَیۡهِمۡ …٤٤
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Qur’an), agar engkau menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (QS. An-Nahl: 44)
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Saw memiliki peran sebagai penafsir dan penjelas wahyu. Misalnya, perintah shalat dalam Al-Qur’an diberikan secara umum, tanpa rincian mengenai tata cara pelaksanaannya.
Sunnah Nabi Saw-lah yang mengajarkan tata cara shalat, jumlah rakaat, waktu-waktu shalat, serta detail lainnya yang tidak disebutkan secara spesifik dalam Al-Qur’an. Hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
“Dari Malik bin Al-Huwairits ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158)
Hal ini menjadi panduan umat Islam dalam menjalankan ibadah shalat sesuai tuntunan Nabi Saw.
3. Sunnah sebagai Hukum Kedua Setelah Al-Qur’an
Sunnah tidak hanya berfungsi sebagai penjelas, tetapi juga sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk menaati Rasul-Nya dan mengambil apa yang beliau perintahkan serta menjauhi apa yang beliau larang (Maulan et al., 2021).
Allah SWT berfirman:
مَّن یُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَ …٨٠
“Barang siapa yang menaati Rasul, maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisa: 80)
وَمَاۤ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُوا۟…٧
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Dari dua ayat ini, jelas bahwa Rasulullah Saw adalah penentu hukum yang sah dalam Islam. Oleh karena itu, hukum-hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an secara rinci sering kali dijelaskan melalui Sunnah.
Sebagai contoh, hukum mengenai larangan memakan hewan bertaring tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, tetapi terdapat dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933).