‘Asal Bukan Anies’
Tetapi sekali lagi, lembaga yang berkewenangan terhadap ini, yaitu DPR dan MPR itu tengah terpuruk loyo dan tumpul dikarenakan terkooptasi kepentingan partainya yang dikatrol oleh para Ketumnya yang terkatrol pula oleh Jokowi selaku Presiden yang sudah pasti tengah dan telah dibekingi dari belakang oleh kepentingan oligarki korporasi.
Dan adanya strategi ketahanan politik dua lapis untuk pemenangan, alias strategi “politik pengeroyokan” itu sudah pasti disetujui dan telah membuat “sumringah” kumpulan oligarki korporasi untuk menyediakan finansial talangan yang sungguh luar biasa besar sebagai “sumber dan guna daya lain” semakin bernyali dan “nyata” mewujudkan tujuan “Asal Bukan Anies” tadi.
Di samping, dampak efek penularannya yang merusak yang berbahaya, terlebih ketika lembaga kepresidenan itu sudah mempengaruhi dan turut mencampuri —ketika kondisi negara sudah cenderung otoritarian menjadikan sistem sentralisasi komandonya berasal dan di bawah kendali Istana — dari lembaga legislasi, yudikasi, hingga MK dan MA, para lembaga komisi-komisi tinggi negara, termasuk lembaga ketahanan dan keamanan, yaitu TNI dan Polri, juga lembaga-lembaga kementerian di kabinetnya dipastikan akan turut pula mempengaruhi dan mencampuri urusan Pemilu dan Pilpres 2024, seluruhnya condong dan cenderung akan menjadi “kepanjangan tangan” Jokowi yang akan diteruskan melalui partai-partai yang notabene pendukung pemerintah yang turut memfasilitasi secara langsung atau pun tidak langsung demi kepentingan dan tujuan “Asal Bukan Anies” tadi.
Dan indikasi kecenderungan itu sudah jelas di permukaan: ada upaya pengkonsolidasian kepala desa, ada pembentukan Polisi RW, bacapres yang sudah dideklarasikan oleh partainya hingga kini belum melepaskan jabatannya, dsb-nya yang membuat proses semakin tidak netral dan mengurangi nilai independennya.
Akhirnya, ini yang paling sangat berbahaya dampak politiknya, adalah kualifikasi penjegalan Anies di urutan ke-12 dan 13, sebagai berikut:
Ke-12, adalah terkait urusan dan masalah tata-kelola struktural pemungutan suara yang hingga TPS menjadi peran fungsional KPU dan Bawaslu.
Yang berkaca dan mengambil pengalaman di Pilpres 2019 telah terjadi begitu masif, sistemik dan strukturnya kecurangan. Termasuk, harus mengorbankan sekitar 600 lebih petugas KPPS itu tewas penyebabnya hanya dianggap karena kelelahan? Tanpa upaya forensik lanjutan yang bakal mengidentifikasi apa-apa penyebab kematiannya itu?
Adanya kenaikan anggaran Pemilu dan Pilpres 2024 pun masih belum menunjukkan indikasi adanya jaminan Pemilu dan atau Pilpres 2024?akan berlangsung jujur dan adil.
Padahal, dengan kepesatan teknologi digital untuk mensistemisasi hasil pemungutan suara sebagai upaya perbaikan an sich yang terbaru dan dapat diandalkan validitasnya masih belum ada dan ditemukan.
Jadi, ini bakal masih mengintai betapa beraneka ragam kecurangan-kecurangan itu yang akan lebih massif, sistemik dan terstruktur masih sangat bisa bakal terjadi.
Urutan ke-13, adalah sudah tentu adalah adanya praktik “money politic” . Yang sengaja dibiarkan dan dilakukan pembiaran tumbuh suburnya seolah “kebusukan” dan “kelicikannya” sudah menjadi hal imbalan biasa seolah tidak lagi dianggap sebagai pengabaian kultur, habbit dan atitude.