#Menuju Pilpres 2024RESONANSI

‘Asal Bukan Anies’

Itu semua dianggap sebagai zonk, tidak ada entitas dan esensialitas perubahan Jakarta itu ada pada kenyataannya, bahkan narasi yang bersifat intelektualitas dari Anies yang sudah diakui dan mendapatkan penghargaan dunia internasional dari lembaga-lembaga terhormat dengan pelbagai keahlian di bermacam bidang pembangunan kota di-bully dengan narasi tak masuk akal dan non akademis yang tak sepadan dengan pikiran mereka: “Anies hanya pandai bermain makna kata-kata, tetapi sesungguhnya tidak bisa bekerja”.

Ketika sampai selepas Anies dari jabatan Gubernur, kemudian diusung dan dipilih oleh partai Nasdem dalam Kongres Nasionalnya di JCC di awal tahun lalu dan dideklarasikan secara de jure didukung oleh dua partai lagi partai Demokrat dan PKS dalam kerangka memenuhi persyaratan PT 20%, ternyata kualifikasi cara mengeliminasi Anies masih dan terus berjalan tanpa henti: tidak lagi dengan cara dan upaya mengeliminasi kinerja Anies di Jakarta, sekarang malah dilakukan pelbagai upaya dan cara penjegalan agar Anies tidak jadi bacalon Presiden 2024.

Pelbagai upaya dan cara penjegalan bacalon Presiden itu sudah diakui oleh pakar ahli tata negara Prof. DR Indrayana —dan banyak lagi dari lebih ribuan para pakar politik ekonomi, hukum dan sosial lainnya — ketika beliau berinisiasi mempublikasikan melalui surat pernyataannya yang secara sistematis, masif dan terstruktur ada sepuluh pengkondisian peristiwa penjegalan terhadap Anies yang tidak perlu disebutkan lagi di sini karena akan sangat mudah di searching di Google dan sudah viral di media sosial.

Dan justru upaya dan cara penjegalan terhadap Anies itu sudah dan terus berlanjut malah bertambah ke urutan 11, dan ini tengah dilakukan oleh Jokowi sendiri secara langsung yang ironisnya masih menjabat Presiden dengan segala kekuasaannya meng-endoorsment eks partai oligarki yang 2019 lalu mendukungnya di pemerintahannya dalam mempengaruhi dan turut menentukan koalisi partai-partai maupun bacalon Presidennya.

Seperti ingin menunjukkan persepsi aliansi ke jejaring politiknya dan publik yang penting dan pada pokoknya : “Asal Bukan Anies”. Jokowi sampai “tangannya blepotan oleh kotoran politiknya” menghadang dengan menggadang dua lapis koalisi parpol dan bacalon Presiden dengan sasaran target Anies akan kalah dalam konstetasi Pilpres 2024 nanti:

Pertama, lapisan utama sebagai target pemenang, adalah koalisi PDIP dengan partai manapun dari anggota eks koalisi partai oligarki dengan mengusung bacalon Presiden Ganjar Pranowo dengan bacawapres yang masih dirahasiakan dikarenakan KPP dengan Anies pun masih merahasiakannya.

Kedua, lapisan reserve dan atau buffer, —tapi juga tidak menutup kemungkinan bisa saja keluar sebagai pemenang—, terdiri dari juga masih diikuti oleh koalisi eks partai oligarki ditambah satu partai besar lagi, yaitu hadirnya partai Gerindra, yang justru pada Pilpres 2019 menjadi lawan politik Jokowi dengan mengusung bacalon Prabowo Subianto dengan bacawapres juga masih dirahasiakannya.

Dengan menjalankan two-tier political strategy ini dimungkinkan adanya upaya penghadangan dan penjegalan berlapis terhadap kemenangan Anies yang secara logis matematis sudah diperhitungkan, yaitu dengan melakukan “politik pengeroyokan”(political harrasment):

Dimaksudkan dengan peserta tiga koalisi partai mereka mentargetkan kemenangan dengan tidak langsung di satu putaran. Diskenariokan Pilpres akan berlangsung dengan dua putaran jika koalisi lapis pertama menang dan lapis kedua kalah, maka fungsi reserve dan atau buffer koalisi partai lapis kedua itu berjalan difungsikan. Demikian juga akan menjadi kombinasi fungsi dan peran yang sama bagi sebaliknya.

Ketahanan pemenangan strategi dua lapis juga dimaksudkan untuk memecah belah suara peserta pemilih yang di 2024 nanti 60-70% adalah usia muda sampai dengan produktif.

Juga untuk memecah suara yang dicap oleh mereka sebagai politik identitas yang memang sengaja selalu digembar-digemborkan dengan derivatif politiknya stigmatisasi Islamofobia, yaitu yang sesungguhnya memiliki tujuan pemecahbelahan suara mayoritas umat Islam yang sudah pasti terakumulasi seluruhnya kepada Anies dan KPP.

Yang jelas, adanya pengaruh dan turut campur langsung Presiden kepada dua lapis partai koaliasi dengan bacalon Presiden nya masing-masing sesungguhnya itu merupakan pelanggaran nyata dan berat terhadap etika politik dalam penegakkan hukum demokrasi.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button