NUIM HIDAYAT

AstraZeneca yang Bikin Heboh

Keputusan Fatwa MUI bahwa vaksin AstraZeneca haram karena mengandung tripsin dari babi tapi boleh digunakan dengan alas an darurat, menimbulkan heboh di kalangan netizen. Ahmad Taslim Fajri menanggapi pendapat Tengku Zukarnain dalam tweetnya mengatakan,”Saya Muslim saya mau divaksin dgn yg halal klo terlanjur pemerintah sdh beli vaksin yang ada unsur haramnya (babi) saya ikhlash tidak divaksin dahulu, berikan saja buat saudara sebangsa yang Non Muslim yg tidak bermasalah terhadap kehalalan produk..tq.”

Al Palingky mengatakan,”Demi Allah dan Muhammad Rasulullah…Kalau semua disengaja utk menghalalkan dengan dalil apapun, apalagi ada niat terlanjur beli, semoga mereka semua dilaknat dan menjadi penjamin kelak di Padang Mahsyar.”

Anwar Amu menulis,”Daruratnya ketemu dari mana kira-kira? Corona ini 97% penderitanya sembuh sendiri tanpa bantuan khusus…3%nya meninggal dengan sakit bawaan sebelum kena Corona. Sumber woldometers.info/coronavirus/

Ir@icadcon menulis,”Di Saudi Arabia juga pakai astra Zeneca, yg jadi pertanyaan apakah mereka tidak tau kalo itu haram… dan saya sudah mendapatkan dosis pertama 2 hari yg lalu…”

UsahaKakiSepuluh menulis,”Kalau saya sih ikut MUI Pusat aja karena lebih dipercaya.”

Tengku Zulkarnain memang kemudian melanjutkan menulis dalam twitternya,”MUI Pusat setelah diteliti oleh LPPOM MUI menyatakan vaksin AstraZeneca menyentuh babi dalam prosesnya. Haram tapi darurat maka boleh dipakai. MUI Jawa Timur dan Kyai Sepuh mengatakan vaksin itu Halalan Thoyyiiban. Pertanyaan: Fatwa MUI yg mana diikut?”

Memang keputusan MUI yang membolehkan vaksin AstraZeneca ini terus membuat heboh. Bahkan majalah Tempo mengisukan bahwa ada oknum MUI yang meminta jabatan Komisaris di BUMN berkaitan dengan fatwa vaksin ini. Tentu saja isu ini langsung dibantah oleh pejabat kementerian BUMN bahwa tidak pernah ada pihak MUI meminta jabatan komisaris BUMN.

Majalah Tempo dalam editorialnya juga menyesalkan pemerintah meminta pertimbangan MUI dalam masalah vaksin ini. Menurutnya, dalam masalah kesehatan mestinya pemerintah tidak usah meminta pertimbangan MUI, tapi melihat kebutuhan masyarakat. Maka tidak heran kemudian Tempo menelisik tentang fatwa vaksin AstraZeneca yang diminta pemerintah ini.

Melihat kontroversi vaksin AstraZeneca ini, lebih bijak bila pemerintah menyalurkan vaksin ini ke wilayah mayoritas non Muslim. Meski kalangan Muslim sendiri –terutama NU Jawa Timur- sudah menyatakan kehalalan vaksin ini. Bahkan beberapa kiyainya telah disuntik vaksin ini.

Bagaimanapun keputusan MUI Pusat yang menyatakan keharaman vaksin ini dan boleh digunakan karena darurat, menjadi pedoman banyak masyarakat. Kaum Muslim terbelah. Antara yang mau menggunakan dan yang menolak. Yang menolak, karena meragukan alasan darurat yang dikemukakan MUI. Sebab tanpa divaksin banyak masyarakat yang sehat-sehat saja, bahkan mereka yang terkena Covid, tanpa divaksin, lebih 90% sembuh kembali dengan karantina.

Yang mau divaksin, tentu saja karena percaya pada MUI Pusat. Jadi kini terserah anda. Kalau saya lebih memilih tidak mau divaksin dengan AstraZeneca, sebab jelas di vaksin itu mengandung tripsin dari babi. Lebih baik kita menjaga imunitas tubuh dengan olahraga dan makanan sehat, daripada divaksin. Wallahu azizun hakim.

Nuim Hidayat, Penulis Buku “Agar Umat Islam Meraih Kemuliaan.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button