Aturan Main Baru BPJS Kesehatan, Kebijakan Manipulatif Demi Mendulang Cuan?
Merindukan penguasa yang amanah, lepas dari berbagai kebijakan yang sarat dengan cara-cara manipulatif, jelas mustahil selama dalam naungan kapitalisme. Apalagi merindukan jaminan pelayanan yang gratis dan berkualitas dalam naungan kapitalisme yang berorientasi profit, makin mustahil lagi.
Jelas, makin besar kebutuhan rakyat pada sebuah sistem alternatif. Sebuah sistem yang tidak hanya melahirkan pemimpin yang amanah, tetapi juga cerdas dalam melahirkan kebijakan yang berpihak pada kemaslahatan rakyat. Sistem ini jelas bukan sebuah sistem yang lahir dari buah pemikiran manusia yang lemah dan terbatas. Sistem ini pastinya berasal dari Sang Pencipta yang Maha Mengatur segalanya. Sistem ini tidak lain adalah sistem Islam yang mulia dan paripurna.
Paradigma Islam memandang penguasa sebagai pengurus dan perisai bagi rakyatnya. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab penguasa untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, tidak terkecuali kesehatan.
Dalam aspek kesehatan, menjadi kewajiban negara untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, mudah diakses, dan murah bahkan gratis. Jaminan pelayanan kesehatan ini diberikan secara adil dan merata kepada seluruh warga negara. Tanpa membedakan agama, bangsa, etnis, suku, dan rasnya; baik kaya maupun miskin.
Kewajiban dan tanggung jawab penguasa untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat ini, ditegaskan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Sebagai pengurus dan perisai bagi rakyatnya, maka haram bagi penguasa menjadikan dirinya sebagai regulator bagi kepentingan kapitalis dengan dalih apa pun. Untuk itu, haram pula bagi penguasa menjadikan pelayanan kesehatan sebagai objek komersialisasi dan industrialisasi demi mendulang cuan, apalagi menyerahkan kepengurusannya kepada pihak asing dan swasta.
Adapun sumber pembiayaan pelayanan kesehatan diperoleh dari baitulmal dan bersifat mutlak. Artinya, baik ada maupun tidak ada uang di baitulmal, negara wajib membiayainya. Oleh karena itu, negara wajib memaksimalkan potensi sumber-sumber pemasukan baitulmal, seperti hasil pengelolaan kepemilikan umum, jizyah, kharaj, dan lainnya.
Andai sumber-sumber pemasukan ini tidak mencukupi, dan berbagai upaya sudah dilakukan oleh negara, barulah negara boleh melakukan konsep antisipasi lewat pengenaan pajak. Ini pun diberlakukan bagi warga muslim yang kaya saja, bukan kepada seluruh rakyatnya. Pajak juga dihentikan ketika masalah defisit baitulmal sudah dapat ditangani.
Penerapan sistem Islam yang berasaskan ketakwaan kepada Allah SWT juga melahirkan penguasa yang senantiasa amanah. Seorang penguasa yang memiliki kesadaran bahwa setiap kelalaian dan ketidakadilannya dalam mengurus dan menjaga rakyat, dapat mengantarkan dirinya haram menapaki surga. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah cara Islam melahirkan penguasa yang amanah lagi dicintai rakyatnya. Penguasa yang benar-benar mengurus dan menjaga rakyatnya dengan berbagai kebijakan sahih yang lahir dari aturan Islam. Bukan kebijakan yang sarat dengan cara-cara manipulatif demi memalak rakyatnya.
Alhasil, hanya dalam naungan sistem Islam, jaminan kesehatan rakyat yang berkualitas, mudah diakses, dan murah bahkan gratis, bukan lagi utopia. Jaminan kesehatan ini niscaya bakal terwujud, jika aturan Islam diterapkan secara komprehensif dalam bingkai negara. Insyaallah. Wallahu a’lam bissawab.
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan