MAHASISWA

Awas, Suara Mahasiswa Dibungkam!

Pergerakan mahasiswa yang masif di sejumlah daerah, berbuah pahit. Pasca aksi, ancaman sanksi hingga drop out, membayangi mahasiswa hingga rektor. Sebagaimana diberitakan liputan6.com, 27/9/2019, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, meminta para rektor universitas untuk mengimbau mahasiswanya agar tak menggelar unjuk rasa.

Nasir menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada rektor yang ikut menggerakkan mahasiswa turun ke jalan. Sementara itu, bagi dosen yang mengizinkan mahasiswa ikut demo akan dikenakan sanksi oleh rektor. Sanksi tersebut dapat berupa SP1 dan SP2. Sedangkan jika sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya, dapat dikenai tindakan hukum.

Imbas dari ancaman Nasir ini, dikabarkan puluhan mahasiswa terancam di drop out. Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMuKK) mencatat 39 laporan berkaitan ancaman hak pendidikan dari mahasiswa dan pelajar setelah rangkaian aksi di sejumlah daerah. Anggota Tim Advokasi AMuKK, Alghiffari Aqsa mengatakan puluhan laporan itu salah satunya mengenai pengaduan dari mahasiswa yang akan dikeluarkan atau drop out dari universitas akibat ikut aksi. (cnnindonesia.com, 3/10/2019).

Ancaman pembungkaman aksi dan suara mahasiswa ini jelas menuai kontra dari banyak pihak. Salah satunya datang dari Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia (KKAI) yang mengecam instruksi presiden ini. Koordinator KKAI DR. Herlambang P. Wiratraman mengatakan, kampus adalah tempat para akademisi mulai dari mahasiswa hingga dosen untuk mengembangkan tradisi berpikir kritis dan berani menyampaikan pendapat yang dijamin oleh undang-undang. (suara.com, 27/9/2019).

Panik. Kata yang tepat mewakili rezim yang tampak gerah menghadapi gelombang aksi mahasiswa. Semakin nyata, wajah rezim yang menerima kritik hanya kedok belaka. Sebaliknya rezim semakin kokoh menyandang gelar rezim anti kritik, diktator dan represif. Alih-alih mengapresiasi aksi mahasiswa, rezim justru berupaya membungkam aksi dan suara kritisnya.

Padahal semestinya, kesadaran mahasiswa sebagai motor perubahan menjadi sinyal baik bagi negeri ini. Agen perubahan yang kesadarannya telah lama tertidur. Kini terbangun karena melihat problematika negeri yang kian pelik. Seharusnya, penguasa menyambut baik kondisi mahasiswa hari ini. Bukan sebaliknya malah dibungkam dan dipersekusi. Semakin jelas, kebebasan berpendapat hanya lips service jika itu menyinggung kepentingan rezim penguasa.

Upaya pembungkaman pergerakan mahasiswa yang sedang memanas, jelas patut diwaspadai. Di satu sisi, agar energi, harta dan tenaga yang dikorbankan tidak sia-sia. Diperlukan konsep yang jelas dan benar sehingga pergerakan mahasiswa meraih tujuan yang dicita-citakan.

Melihat kondisi negeri hari ini. Maka penting meluruskan kesadaran mahasiswa, bahwa meniti jalan perubahan sebatas menolak RUU bermasalah, jelas tidak menuntaskan masalah yang ada. Karena sejatinya akar problematika negeri ini, adalah diterapkannya kapitalisme liberalisme di seluruh aspek kehidupan. Dan demokrasi dalam bingkai kapitalismelah yang menjadi biang berbagai RUU bermasalah.

Untuk itu, jelas dibutuhkan konsep yang jelas dan benar untuk mencabut sistem rusak ini. Sebuah konsep yang dilandasi oleh ideologi yang benar yaitu Islam. Di mana tauhid yang menjadi landasan pergerakannya. Dan dakwah tanpa kekerasan, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw., sebagai jalan mewujudkan perubahan hakiki.

Jelas, pergerakan mahasiswa tidak hanya diarahkan untuk mencabut sistem rusak kapitalisme dan derivatnya. Tapi juga diarahkan untuk mengembalikan sistem Islam di tengah umat. Tujuannya, apatah lagi kalau bukan untuk melanjutkan kehidupan Islam yang mulia, demi mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin. Wallahu’alam.

Ummu Naflah
Mantan Aktivis Dakwah Kampus

Artikel Terkait

Back to top button