Banjir Dimana-mana, Hanya Anies yang Disalahin
Pengritik dan haters bedanya ada pada bahasa dan kontens. Bahasa kasar, penuh makian dan bullian, itu ciri haters. Bahasa santun, disampaikan langsung dan lebih konkret mengupas masalah dan memberi solusi, itu ciri pengritik. Beda bukan?
Setiap zaman ada haters-nya. Begitu juga, setiap pemimpin pasti punya haters. Hanya bedanya ada yang pasif, ada yang atraktif.
Tulisan ini mengulas sedikit soal haters agar masyarakat tetap jernih dan obyektif untuk melihat sebuah kasus. Tidak hanya kasus banjir, tapi semua kasus. Sehingga, tidak sibuk saling menyalahkan dan ikutan jadi agen para haters.
Kendati proses saling menyalahkan tidak bisa dihindari. Ada yang bilang ini gara-gara hedonisme perayaan tahun baru, maka Allah datang dengan azab. Ada yang berpendapat, ini gara-gara pemilu curang. Ada yang bilang ini gara-gara banyak koruptor. Jangan lupa, selalu akan ada yang bilang: Ini salah Anies. Tapi tak ada yang bilang ini gara-gara reklamasi disegel dan Alexis ditutup.
Anies tak perlu dibela. Begitu juga gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, dan bupati maupun walikota Jabodetabek. Mereka butuh diberi masukan dan para korban perlu dibantu. Itu baru keren!
Setiap pejabat publik, terutama presiden dan kepala daerah, mesti siap dikritik. Tidak hanya dikritik, tapi juga harus siap dibulli dan dicaci maki. Risiko jadi pejabat. Gak siap? Jangan jadi pejabat. “Tidak terbang ketika dipuji, tidak tenggelam ketika dimaki”, begitu kata Anies Baswedan. Sadar akan hal ini, Anies tak merespon semua bentuk bullian saat banjir terjadi. Anies lebih memilih bekerja menyelesaikan musibah yang diantaranya sedang melanda warga DKI. Inilah ujian seorang pemimpin. Harus dilewati.
Bagi rakyat, orientasi solusi tentu jauh lebih efektif dari pada habiskan energi untuk saling menyalahkan. Apa yang dilakukan BAZNAS Pusat yang mengirim timsar dan BAZNAS DKI yang menyiapkan logistik untuk para korban banjir jauh lebih konkret. Berbagai tindakan sosial untuk membantu korban mesti jadi spirit masyarakat untuk mengambil bagian dalam membantu para korban banjir ini.
Caci maki presiden, bully gubernur, salahkan bupati, walikota dan para menteri, itu bukan solusi. Justru hanya akan membuat para korban banjir makin menderita. Stop! Saatnya berhenti saling menyalahkan. Kerja, kerja dan kerja. Apa yang sudah kita perbuat untuk meringankan saudara kita yang terkena musibah? Yuk berbuat.
Jangan sampai berbuat gak, ngomel mulu. Maki-maki di medsos. Sumpah serapah gak akan memberi manfaat apa-apa, kecuali hanya membuatmu makin menderita. Jangan sampai kebencian dan makian itu membuatmu cepet mati! Ah, bercanda.
Semarang, 2/1/2020
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa