Begini Awal Mula Pembukuan Hadits
Mereka berusaha sekuat tenaga untuk memelihara kemurniannya, dengan mengikuti para rawi, mempelajari hal ihwal mereka. Perhatian yang dicurahkan mempelajari, menyelidiki serta menyeleksi hadits, menempati urutan pertama dari disiplin ilmu yang lain, sehingga terkumpul hadits-hadits Nabi dengan klasifikasi yang jelas antara yang shahih dan yang dha’if; sambil menyelidiki satu persatu dari pembawa riwayat itu. Mereka mencatat biografi dan sifat-sifat para rawi tersebut, sehingga hadits-hadits terkumpul rapi, yang hanya dihimpun dari para Tabi’ut Tabi’in yang diterima Tabi’in dari para Sahabat. Sesudah Itu tertutuplah kesempatan meriwayatkan hadits.
Dijelaskan pula periodisasi kitab-kitab hadits, sehingga seorang muslim dengan mudah dapat mengetahui tentang shahih, dha’if dan yang bohong dengan jalan mengetahui sanad dan matan suatu hadits. Dengan demikian masa pencatatan hadits dimulai sejak masa Sahabat dan zaman Nabi Saw.
Adapun usaha yang dilakukan oleh Khalifah yang adil yaitu Umar bin Abdul Aziz adalah usaha pertama-tama untuk membukukan Al Hadits secara utuh. Di mana telah diperintahkan penulisan hadits-hadits di awal abad pertama Hijrah. Beliau menulis (surat) ke beberapa kota dan daerah agar meninjau dan mengumpulkan hadits Rasul Allah Saw.
Kepada ahli Madinah, beliaupun menulis agar meneliti hadits Rasulullah dan memerintahkan untuk menulis hadits-hadits itu, karena beliau takut akan hilangnya ilmu dengan wafatnya para ahli hadits.
Baca juga: Penjelasan Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an
Beliau menyuruh pegawai dan qadhinya di Madinah, yaitu Abu Bakar Muhammad bin Amr bin Hazm agar menuliskan untuk beliau hadits-hadits Rasulullah Saw yang ada padanya, sebab beliau takut akan kehilangan dan kepunahannya ilmu para ulama.
Janganlah menerima hadits, kecuali hadits Nabi Saw. Sebarkanlah ilmu dan hendaknya yang belum mengetahui berkumpul untuk belajar dan mengetahuinya, oleh karena ilmu itu dapat menjadi rahasia walaupun tidak lenyap, sebagaimana diperintahkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dan lainnya untuk mengumpulkan Sunnah-sunnah.
Yang pertama mencatat Hadits adalah Muhammad bin Muslim Az-Zuhri (124 H) atas perintah Umar bin Abdul Aziz, sehingga tersebarlah pencatatan-pencatatan.
Adapun yang mengumpulkan di Mekkah adalah Ibnu Juraij (150 H) dan Ibnu Ishak (151 H), Said bin Abi Uruban di Madinah (156 H), Rubi bin Subaih (160 H), Imam Malik (179 H), Hamad bin Salamah di Bashrah (167 H), Sufyan Ats-Tsauri di Kufah (161 H), Al Auzai di Syam (157 H), Husyaim Bawashit (173 H), Abdullah bin Mubarak di Khurasan (181 H), Ma’mar di Yaman. (154 H), Juair bin Abdul Hamid di Rai (188 H), Sufyan bin Uyainah (198 H), Laits bani Saad (175 H), dan Syu’bah bin Hajjaj (160 H) dan lain-lainnya, sampai munculnya Bukhari (256 H) yang pandai dalam ilmu Hadits, yang kemudian ia susun kitabnya yang terkenal dengan nama “Shahih Bukhari”, di mana ia cantumkan penjelasan mengenai keshahihannya. Kemudian langkahnya diikuti oleh seorang muridnya Muslim bin Hajjaj (126 H), yang menyusun kitabnya yang termashur dengan nama “Shahih Muslim.”
(Abdurrahman Al Baghdadi, dikutip dari buku “Pandangan Islam tentang Ingkar Sunnah”, Bandung: PT. Al Maarif, 1987).