AL-QUR'AN & HADITS

Penjelasan Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an

Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an adalah memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat yang masih mujmal (global) memberikan taqyid (persyaratan) pada ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis (penentuan khusus) pada ayat-ayat yang masih umum, memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan Al-Qur’an dan menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur’an. (Lihat: Ar-Risalah karya Imam Syafi’i hal. 91, Al-Muwafaqat hal. 12 jilid 4, Al Madkhal Ilal Ushul Fiqh hal. 55, Al Madkhal Ila Sunnah wa Ulumiha, hal. 17)

Pertama, Uraian tentang Mujmal Al-Qur’an

Mujmal ialah suatu lafazh yang belum jelas dalalah-nya (indikasinya), yaitu dalil yang belum jelas tentang apa yang dimaksud. Umpamanya perintah menjalankan shalat, membayar zakat dan menunaikan haji.

Di dalam Al-Qur’an hanya dijelaskan secara global, tidak dijelaskan cara pelaksanaannya, seperti masalah shalat dan haji, dan tidak diperincikannya benda-benda yang wajib dizakati dan kadar (ukuran) zakat. Kemudian secara terperinci Sunnah menerangkan cara-cara pelaksanaan shalat, berapa jumlah rakaatnya, ketentuan waktunya serta hal-hal yang berhubungan dengan shalat. Begitu juga tentang ibadah haji, dan ketentuan benda-benda yang wajib dikeluarkan zakatnya serta ukurannya secara terperinci juga dijelaskan dalam Sunnah.

Menurut riwayat Rasulullah Saw, yang dikenakan sedekah (baca: zakat, red) hanya sepuluh perkara yaitu: gandum, hinthath, kurma, kismis, jagung, unta, kambing, emas dan perak. (Lihat: Nasbur Rayah, Azzaila’i hal. 410 jilid 1 dan Al Kharaj, Yahya Ibnu adam hal.149, no. 515)

Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an, kewajiban berjihad dalam bentuk garis besarnya saja. Maka Sunnah yang menjelaskan cara pelaksanaannya, peraturan-peraturan yang bersangkutan baik sebelum dan sesudahnya, serta hal-hal yang menyangkut hubungannya (antara negara).

Ibnu Hazm telah menyangkal anggapan bahwa Islam hanya Al-Qur’an. Kemudian ia berkata: “Baiklah kita tanyakan kepada yang berpendirian jahat, dalam (ayat) Al-Qur’an di mana ada peraturan bahwa shalat Zhuhur itu empat rakaat, dan Maghrib tiga rakaat, sedang ruku sedemikian rupa, dan sujud dalam keadaan demikian, sifat bacaan dan salam. Keterangan mengenai larangan waktu puasa, bagaimana cara zakat emas dan perak, kambing, unta dan sapi, serta berapa jumlah zakat yang masing-masing harus dikeluarkan. Penjelasan pelaksanaan haji sejak wukuf di Arafah, cara shalat di Arafah dan Muzdalifah, melempar jumroh, sifat ihram dan hal-hal yang harus dihindari, hukum potong tangan bagi pencuri, sifat radhaa (ketentuan tentang saudara sesusuan), makanan yang diharamkan, sifat penyembelihan kurban, hukum-hukum perundang-undangan, sifat jatuhnya thalak, hukum-hukum jual beli, keterangan riba, masalah tuduhan dan gugatan, tentang sumpah, barang sitaan, hibah-hibah tanah, sedekah-sedekah dan berbagai macam masalah.”

Selanjutnya beliau menerangkan ketidakmungkinan pelaksanaan hukum dalam Al-Qur’an tanpa Sunnah, maka ia berkata: “Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an terdapat ungkapan-ungkapan yang seandainya tidak ada penjelasan lain kita tidak mungkin melaksanakannya, dalam hal ini rujukan kita hanya kepada Sunnah Nabi Saw, adapun ijma’nya hanya terdapat dalam kasus-kasus tertentu yang relatif sedikit. Oleh karena itu secara pasti wajib kembali kepada As-Sunnah.” (Al Ihkam fi Ushulil Ahkam, Ibnu Hazm Hal. 79-80, jilid 2)

Kedua, Pengkhususan Keumuman Al-Qur’an

Umum ialah lafazh yang mencakup segala sesuatu makna yang pantas dengan satu ucapan saja, umpamanya “al-muslimuuna” (orang-orang Islam), “auladukum” (Anak-anakmu), “ar-rijaalu” (orang-orang laki-laki).

1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button