Belajar Keteladanan dari Ibunda Hajar
Sesampainya di sana ia pun tak menemukan air. Begitulah Ibunda Hajar berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali sampai akhirnya, pada titik lelah yang luar biasa dan anaknya Ismail yang menangis dalam gendongannya, ia pun meletakan Ismail di atas tanah, kemudian keajaiban sumur Zamzam pun terjadi. Dari kaki mungilnya yang menghentak-hentakan tanah, keluarlah air yang tak berhenti mengalir hingga hari ini.
Kemudian Ibunda Hajar meminum air Zamzam dan menyusui Ismail. Selang beberapa lama melintaslah Kabilah dari Bani Jurhum, mereka mendekati Hajar yang sedang berada dekat dengan mata air Zamzam. Mereka meminta izin kepada Ibunda Hajar agar di-izinkan untuk singgah di tempat tersebut. Sampai akhirnya menetap dan kemudian Makkah menjadi sebuah perkampungan, yang dikarenakan ketersediaan sumur Zamzam.
Keempat, teladan dalam mendidik anak. Hajar mungkin tak pernah mengenyam pendidikan seperti ibu-ibu hari ini. Namun Hajar berhasil dan sukses dalam mendidik putra semata wayangnya, kemudian menjadi seorang nabi utusan Allah. Meskipun tidak dibersamai oleh sang ayah, Nabi Ismail tidak pernah membenci Ayahnya. Ia bahkan selalu merindu dan menjadikan ayahnya sebagai teladan.
Ibunda Hajar menanamkan kecintaan kepada Allah di hati Ismail, menanamkan hati yang senantiasa bertawakal, bersandar hanya kepada Allah, sebagaimana pengalaman ibundanya yang luar biasa dalam hal tawakal. Saat itu usia Ismail menginjak remaja, sekitar tiga belas tahun saat itulah Nabi Ibrahim-sang ayah bermimpi menyembelih Ismail. Setelah yakin bahwa mimpi tersebut adalah perintah Allah SWT. Ibrahim menghampiri anaknya dengan membawa tali dan pisau, kemudian mengajaknya pergi ke sebuah bukit.
Setan pun menganbil kesempatan ini dengan berubah wujud menjadi manusia dan menghampiri Hajar. Setan berkata ‘Tahukah kamu ke mana Ibrahim membawa Ismail?’ Hajar menjawab ‘mereka pergi mencari kayu bakar’. Kemudian setan yang berwujud manusia itu pun berkata ‘Demi Allah, ia membawa anaknya untuk disembelih’, Hajar pun menjawab ‘Tidak mungkin, ia sangat mencintai Ismail’. Setan berusaha menggoyahkan iman Hajar dan berkata ‘Ibrahim bilang ini adalah perintah Allah’. Ketika mendengar hal tersebut Hajar pun berkata ‘Kalau memang ini adalah perintah Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi urusan-Nya’.
Sungguh luar biasa sifat tawakal yang ada dalam diri Ibunda Hajar. Walaupun terbesit rasa khawatir di dalam dadanya, ia menyerahkan segala urusan itu kembali kepada Allah. Setelah mendengar jawaban Hajar, setan pun pergi dalam keadaan hina. Tak hanya bermaksud menggoyahkan hati Ibunda Hajar, setan mendatangi Ismail kemudian Ibrahim, namun ia mendapatkan perkataan yang sama. Semuanya menyerahkan segala urusan ini kepada Allah.
Setelah setan tidak berhasil menggoyahkan iman mereka dan kemudian pergi dalam keadaan hina dan merugi, Nabi Ibrahim pun menyampaikan mimpinya kepada Ismail. Kemudian beliau bertanya, “Bagaimana menurutmu, wahai Ismail?” Ismail menjawab, “Ayahanda, kalau engkau hendak menyembelihku, ikatlah aku dengan kencang agar darahku tidak mengenaimu, sehingga pahalaku berkurang. Sebab, kematian itu amat berat sekali, aku tidak bisa memastikan apakah diriku akan meronta-ronta atau tidak. Maka aku mohon tajamkanlah pisaumu wahai ayah agar kematianku singkat. Saat ayah membaringkan aku, hadapkan aku ke tanah karena aku khawatir ketika engkau memandang wajahku, engkau akan merasa iba, sehingga menghalangimu untuk melaksanakan perintah Allah. Dan berikanlah pakaian ku kepada ibunda jika ayah berkenan, mudah-mudahan itu bisa menghiburnya.”
Sungguh, jawaban Ismail tersebut, menunjukan bagaimana rasa tawakal dan keikhlasan dan menjalankan perintah Allah. Sifat yang demikian Tidak lain tidak bukan merupakan hasil dari asuhan sang ibunda. Beliau menanamkan rasa cinta kepada Allah semenjak dini. Mengajarkan akhlak yang mulia untuk berbakti kepada orang tua, juga sifat tawakal, bersandar dan menyerahkan segala urusan kepada Allah semata. Dan meminta pertolongan hanya kepada Allah, sebagaimana yang Nabi Ibrahim ucapkan saat mendengar jawaban dari Ismail. Ibrahim berkata “Memohonlah pertolongan Allah, wahai anaku. Sesungguhnya engkau sedang menjalankan perintah Allah.”
Maka turunlah tebusan Ismail dari langit berupa seekor kambing yang besar. Dan Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih hewan tersebut. Maka untuk meneladani keluarga Ibrahim, Allah memerintahkan umat Islam untuk berkurban setiap Idul Adha, agar umat Muslim paham bagaimana bentuk pengorbanan. Pengorbanan yang dilakukan demi meraih ridha Allah semata.
Begitulah teladan yang bisa dipelajari dari kisah Hajar Al-Mishriyyah. Seorang Muslimah yang taat dan senantiasa bertawakal kepada Allah. Seorang istri yang taat kepada suami karena Allah. Dan seorang ibu yang gigih yang mampu mendidik anaknya agar mencintai Allah. Yang semua dilakukan hanya demi ridha Allah semata. Semoga kaum Muslimah hari ini bisa menjadi seperti Ibunda Hajar, yang taat pada Allah, taat pada suami dan mencetak generasi penerus yang juga taat kepada Allah SWT. []
Dian Salindri
Tim Komunitas Muslimah Menulis