Benang Merah Pemindahan Ibu Kota Negara
Pemindahan ibu kota negara menjadi isu terhangat yang saat ini mewarnai diskusi ruang publik baik oleh kaum intelektual maupun rakyat menengah ke bawah. Walaupun bukan merupakan wacana baru namun tetap saja wacana ini seolah tak habis untuk di bicarakan. Pro kontrapun jadi sesuatu yang tak terelakkan. Pasalnya hal ini bukanlah sesuatu yang kecil.dan tentu sedikit banyaknya mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui, keputusan penetapan lokasi ibu kota baru sudah final yakni di Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar) dan Kabupaten Penajaman Paser Utara. Kedua wilayah tersebut berbatasan langsung dengan wilayah Balikpapan. Hal ini dinilai memberikan efek positif bagi kota tersebut karena akan ada arus orang maupun barang (logistik) yang akan sangat banyak melalui pintu Balikpapan. Dengan adanya pelabuhan laut dan bandara internasional serta jalan tol baik didarat maupun dilaut menjadikan Balikpapan sebagai penyangga ibu kota. Efek yang sama pun akan dirasakan oleh wilayah lain di Kalimantan.
Sejalan dengan penuturan Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rudy S Prawiradinata. Beliau mengatakan bahwa di manapun lokasi ibu kota negara akan berdampak terhadap ekonomi di seluruh wilayah Pulau Kalimantan.(https://m.balikpapan.prokal.co/read/news/246435-balikpapan-jadi-penyangga-ibu-kota.html)
Inilah yang kemudian dinarasikan oleh pemerintah agar wacana pemindahan ibu kota dapat diterima baik oleh masyarakat. Kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik coba dilukiskan agar seolah-olah masyarakat punya harapan baru untuk hidup mereka. Namun benarkah demikian? Atau ada tujuan lain di balik semua ini?
Menyoal wacana pemindahan ibu kota, Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas (Ratas) tentang Tindak Lanjut Rencana Pemindahan Ibu Kota, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/04/2019) menyampaikan apakah di masa yang akan datang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara mampu memikul dua beban sekaligus, yaitu sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik dan sekaligus pusat bisnis. Sehingga berdasarkan hal ini rencana pemindahan ibu kota harus diwujudkan dan menilai pulau Kalimantanlah yang paling ideal.
Jika menilik alasan mengapa Kaltim yang ditunjuk menggantikan Jakarta sebagai ibu kota, maka dapat dijabarkan menjadi beberapa poin. Pertama Kaltim memiliki perangkat infrastruktur baik itu bandara ( Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman dan Bandara Internasional Aji Pangeran Tumenggung Pranoto), Jalan tol Balikpapan-Samarinda, dan Pelabuhan Semayang.
Kedua, Kaltim dinilai memiliki infrastruktur jaringan energi dan air bersih. Ketiga, Kaltim memiliki struktur demografi heterogen. Maksudnya, sebagian besar penduduk Kaltim merupakan pendatang, sehingga dapat lebih mudah menerima hal-hal baru atau juga bertemu dengan pendatang-pendatang baru lainnya. Perlu diketahui, dengan pemindahan ibu kota ke Kaltim maka sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Jakarta juga turut pindah ke Kaltim. Keempat, lokasi delineasi Kaltim dilewati Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II di sekitar Selat Makassar.
Keunggulan tersebut membuat Kaltim bebas dari bencana alam seperti gempa bumi dan kebakaran hutan. Kelima, letak Kaltim tidak berbatasan langsung dengan batas negara. Keenam, Kaltim memiliki ketersediaan lahan dengan status Area Penggunaan Lain (APL), hutan produksi dengan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan hutan produksi yang bebas konsesi, keunggulan ini menjadi bekal pemerintah untuk mempermudah pengadaan lahan ibu kota baru.