Beranikah Jokowi Tetap Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan?
Sejak Senin (2/9) sampai Selasa sore (3/9) di medsos tagar #BatalkanKenaikan BPJS menjadi trending topic.
Penolakan bukan hanya datang dari penentang pemerintah, namun juga dari kalangan pendukung Jokowi.
Sejumlah netizen yang selama ini dikenal sebagai pendukung garis keras Jokowi, ramai-ramai balik badan. Mereka menyatakan kecewa. Ada yang sampai mengusulkan agar Jokowi dimakzulkan (impeach)
Paul Perry Njio Haullussy lewat akunnya mencuit “Sepertinya harus diimpeachment nih sang presiden. Nyesel gua dukung dia dulu.”
Bisa berbahaya
Sikap DPR menolak kenaikan iuran BPJS tidak boleh dianggap main-main. Secara legal tidak mengikat, namun secara politis bisa sangat berbahaya bagi pemerintahan Jokowi.
Kalkulasinya harus benar-benar matang. Kalau sampai dia nekad tetap menaikkan, basis legitimasinya akan semakin rendah. Ditolak DPR, juga ditolak publik. Termasuk para pendukungnya sendiri.
Sebaliknya jika tetap tidak dinaikkan, beban pemerintah akan sangat berat. Difisit APBN akan tambah berdarah-darah. Defisit anggaran saat ini Sudah mencapai Rp 183 Triliun. 48.6 persen dari APBN.
Defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp32,84 triliun. Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, bila tidak dinaikkan maka defisit BPJS Kesehatan setiap tahun akan terus membengkak. Pada tahun 2024, ketika Jokowi mengakhiri jabatannya akan tembus Rp77,8 triliun.
Bisa dibayangkan betapa besarnya beban pemerintah dan acakadutnya pengelolaan BPJS. Mereka harus berakrobat dengan defisit yang terus menggunung. Gali lubang, tutup lubang. Sementara lubang yang ada tambah dalam.
Sampai saat ini BPJS mempunyai tunggakan besar kepada sejumlah RS. Jumlahnya akan terus bertambah. Tercatat BPJS menunggak Rp6.6 Triliun. Sementara karena ngadatnya pembayaran dari BPJS membuat RS berutang besar kepada industri farmasi.