MASAIL FIQHIYAH

Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal

Ustaz mau tanya, Bagaimana hukum berkurban untuk orang yang sudah wafat (orang tua atau kakek/nenek

Jumhur fuqaha yang berpendapat sah berkurban untuk orang mati mendasarkan pendapat tersebut pada hadits yang menerangkan bahwa bershadaqah untuk orang mati diterima dalam hadits berikut ini;

Dari Aisyah ra bahwa ada seorang laki-laki berkata, kepada Nabi Saw: “Ibuku meninggal dunia dengan mendadak, dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bershadaqah. Apakah dia akan memperoleh pahala jika aku bershadaqah untuknya (atas namanya)?”. Beliau menjawab: “Ya”. (HR. Bukhari)

Dalam hadits ini, cukup lugas dinyatakan bahwa shadaqah untuk mayit hukumnya sah, dan mayit mendapatkan pahala dari shadaqah tersebut. Berkurban diserupakan dengan shadaqah dari sisi orang yang masih hidup mengeluarkan sejumlah harta untuk membeli hewan kurban, kemudian menyembelihnya untuk yang sudah mati. Karena kurban dianggap semakna dengan shadaqah, maka kurban untuk orang mati dihukumi sah sebagaimana shadaqah untuk orang mati juga dianggap sah.

Dalil lain yang dianggap menguatkan adalah adanya riwayat-riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah berkurban untuk umatnya. Ahmad meriwayatkan;

Dari Abu Hurairah bahwa Aisyah berkata; “Apabila Rasulullah Saw ingin berkurban, beliau membeli dua kambing yang besar lagi gemuk, bertanduk, warna putihnya lebih banyak dari pada warna hitamnya, dan yangdikebiri.” Ia berkata; “Lalu beliau menyembelih salah satu diantara keduanya untuk umatnya yang bersaksi atas keesaan Allah dan bersaksi bahwa Rasulullah telah menyampaikan risalah, dan menyembelih yang lainnya untuk Muhammad dan keluarganya.” (HR. Ahmad)

Hadits yang semakna diriwayatakan oleh Abu Dawud;

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; saya menyaksikan bersama Rasulullah shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasulullah menyembelihnya, dan mengucapkan: “Bismillaahi wallaahu akbar, haadza ‘annii wa ‘an man lam yudhahhi min ummati” (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ini (kurban) dariku dan orang-orang yang belum berkurban dari umatku). (HR. Abu Dawud)

Imam Muslim juga meriwayatkan hadits yang senada; Dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah Saw pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan kepada beliau untuk dikurbankan, lalu beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, bawalah pisau kemari.” Kemudian beliau bersabda: “Asahlah pisau ini dengan batu.” Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang di perintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya.” Kemudian beliau mengucapkan: “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan ummat Muhammad.” Kemudian beliau berkurban dengannya.” (HR. Muslim)

Hadits-hadits ini dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Rasulullah berkurban bukan hanya untuk dirinya atau keluarganya, tetapi juga untuk umatnya. Lafadz “umat” bersifat umum, mencakup umatnya yang telah wafat mendahului beliau atau yang masih hidup bersama beliau. Juga umum yang mencakup umat yang hidup segenerasi dengan beliau maupun yang akan datang sesudah generasi beliau. Oleh karena itu berdasarkan riwayat-riwayat ini, diambil kesimpulan bahwa berkurban untuk orang mati hukumnya sah berdasarkan makna implisit yang bisa digali dari keumuman informasi bahwa Rasulullah berkurban untuk umatnya.

Demikian pula riwayat shahabat yang berkurban untuk keluarganya dalam hadits berikut ini;

Umarah bin Abdullah ia berkata; Aku mendengar Atha bin Yasar berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari, bagaimana kurban yang dilakukan pada masa Rasulullah Saw?”, ia menjawab; “Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. Hal itu tetap berlangsung hingga manusia berbangga-bangga, maka jadilah kurban itu seperti sekarang yang engkau saksikan (hanya untuk berbangga-bangga).” (HR. At-Tirmidzi)

Dari informasi bahwa shahabat berkurban untuk keluarganya dengan seekor kambing, secara implisit dipahami bahwa hal tersebut mencakup yang sudah mati juga. Wallahua’lam. []

Artikel Terkait

Back to top button