Bermain-main dengan Rumah Ibadah
Presiden Jokowi bulan Januari 2023 di depan Rakornas Kepda dan Forkopimda di Bogor memperingatkan Kepala Daerah jangan mempersulit IMB Rumah Ibadah. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan Pemerintah mencabut SK 2 Menteri yaitu SK Menteri Agama dan SK Mendagri No 9 tahun 2006.
Menurut Cholil Qoumas semula pendirian rumah ibadah harus berdasarkan rekomendasi Kementrian Agama dan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) namun kini diubah menjadi hanya rekomendasi Kementrian Agama. Rancangan Peraturan Presiden sudah diusulkan ke Sekretariat Negara, kata Menag Yaqut.
FKUB adalah komponen masyarakat yang semestinya tetap dilibatkan dalam hal rekomendasi, sekurangnya antara unsur keagamaan di masyarakat turut mempertimbangkan berbagai aspek pendirian rumah ibadah khususnya masalah kerukunan. Ini hal yang penting dalam rangka menghindari konflik.
Jika rekomendasi hanya Kemenag maka rumah ibadah menjadi semata urusan pemerintah. Ini menjadi campur tangan penuh pemerintah atas hal ikhwal agama. Hipokrisi atas pandangan yang katanya Indonesia bukan negara agama. Sekaligus bagian dari sikap otoritarian dimana pemerintah menganggap dirinya menjadi penentu segala-galanya. Masyarakat yang hanya ditempatkan sebagai obyek.
Terbitnya SKB 2 Menteri dahulu tidak lain bertujuan untuk menjaga ketertiban dan mencegah terjadinya friksi bahkan konflik antar umat beragama. Hal itu sudah bagus. Menjaga ketertiban bukan dimaknai diskriminasi atau intoleransi. Ada ruang musyawarah disana.
Dengan dicabutnya SKB 2 Menteri maka sama saja dengan telah dibuka kembali ruang friksi dan konflik di masyarakat.
Pendirian rumah ibadah harus diatur dengan baik, bukan soal mudah atau dimudahkan sebagaimana maunya Presiden Jokowi atau Menag Yaqut. Dampaknya dapat terjadi konflik bersifat SARA.
Pencabutan SKB 2 Menteri adalah tindakan gegabah yang dapat memancing reaksi publik dan berakibat pada ketidakstabilan politik.
Andai usulan Menag mengenai pencabutan SKB 2 Menteri dilanjutkan dengan Keputusan Presiden yang mengabaikan aspirasi dan kepentingan umat beragama khususnya umat Islam, maka predikat Presiden dan Menag yang memusuhi dan meminggirkan kepentingan umat beragama khususnya umat Islam adalah benar adanya.
Secara tidak disadari Presiden Jokowi dan Menag Yaqut Qoumas telah melecehkan Ideologi dan menginjak-injak Konstitusi. Teriak mewaspadai politik identitas eh sendirinya membuat kebijakan politik identitas. Identitas tidak menghargai umat beragama, khususnya umat Islam.
Ganti Menteri Agama Yaqut atau ganti Presiden Jokowi sekarang juga. Tidak berguna keduanya memimpin negeri Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Kerjanya hanya bikin gaduh. []
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan
Bandung, 10 Juni 2023