NASIONAL

BKsPPI: Hentikan Konflik Rempang, Kembalikan Hak Rakyat

Bogor (SI Online) – Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) turut prihatin dengan tragedi konflik berdarah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

BKsPPI menilai, sangat ironi dan menyakitkan, saat melihat sebuah paradoks antara negeri yang berdasarkan pancasila yang memperjuagkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan kondisi masyarakat Rempang yang terzolimi haknya dan terusir dari tanah nenek moyangnya.

Hal itu akibat adanya konflik berdarah antara masyarakat Rempang dengan pihak kepolisian karena kebijakan pemerintah yang menebar karpet merah bagi oligarki dan segelintir kepentingan oknum.

Sekjen BKsPPI Dr KH Akhmad Alim Lc menjelaskan, Rempang termasuk jalur One Belt One Road (OBOR) nya oligarki. OBOR digunakan oleh oligarki untuk membuat jalur ekonomi, investasi dan relokasi penduduknya ke seluruh dunia.

“Jalur ini strategis bagi oligarki, namun pandainya oligarki, akses OBOR ini dibuat oleh negara yang dilalui dengan investasi dan hutang, sehingga yang membayar akses itu adalah rakyat dari negara negara yang dilaluinya, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah jalur tol lautnya Indonesia,” jelas Ustaz Alim melalui pernyataannya yang diterima Suara Islam, Kamis (14/9/2023).

Menurutnya, kasus Rempang jelas mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan persatuan karena melakukan penggusuran paksa yang mengorbankan seluruh elemen masyarakat Rempang yang telah mendiami tanah itu sejak tahun 1834 M.

Atas konflik tersebut, maka BKsPPI menyatakan untuk menolak dengan tegas penggusuran penduduk kawasan Rempang Kepri yang telah turun temurun meninggali tempat tersebut.

“Hendaknya pemerintah lebih mementingkan keberadaan rakyatnya, merawatnya dan memberikan perhatian maksimal, mengingat kawasan Rempang merupakan salah satu situs bersejarah bagi bangsa ini,” jelas Ustaz Alim.

BKsPPI meminta pihak kepolisian untuk tidak melakukan tindakan paksa dengan berbagai bentuk kekerasan kepada masyarakat Rempang yang mencoba mempertahan tempat tinggalnya yang secara turun temurun telah ditinggali. Bahkan di Rempang juga telah berdiri lembaga Pendidikan.

BKsPPI menilai, kebijakan penggusuran ini menggambarkan betapa arogansi oligarki nampak telah menguasai negeri ini.

“Semestinya pemerintah yang dipilih rakyat lebih membela rakyat dibandingkan membela oligarki yang mengakibatkan hampir sepuluh ribu penduduk kini dalam kondisi terancam. Jika wilayah itu diklaim sebagai kawasan konservasi, semestinya justru tidak dibangun menjadi kawasan industri. Seharusnya pemerintah justru membela rakyatnya dengan membangun Rempang menjadi kawasan yang lebih nyaman dan bisa juga dijadikan sebagai destinasi wisata nusantara,” ungkap Ustaz Alim.

Menurut BKsPPI, Pemerintah harusnya menjaga situs sejarah kawasan Rempang yang merupakan keturunan para prajurit Kesultanan Riau-Lingga yang sudah eksis sejak 1720 masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I. Perang Riau I (1782-1784) mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah.

“Dan, dalam Perang Riau II (1784–1787) mereka adalah prajurit Sultan Mahmud Riayat Syah. Ketika Sultan Mahmud Riayat Syah berhijrah ke Daik-Lingga pada 1787, Rempang-Galang dan Bulang dijadikan basis pertahanan terbesar Kesultanan Riau-Lingga. Pemimpinnya Engku Muda Muhammad dan Panglima Raman yang ditunjuk oleh Sultan Mahmud. Bahkan pasukan Belanda dan Inggris saja tak berani memasuki wilayah Kesultanan Riau-Lingga. Anak-cucu merekalah sekarang yang mendiami Rempang-Galang secara turun-temurun. Pada Perang Riau itu nenek-moyang mereka disebut Pasukan Pertikaman Kesultanan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, BKsPPI mendesak kepada pemerintah agar menjaga situs sejarah, jangan sampai melupakan sejarah. Situs bersejarah perlawanan umat Islam Rempang kepada para penjajah adalah sebuah peninggalan yang sangat berharga bagi keberlangsungan sejarah perjuangan negeri ini.

“Tentu saja nilai sejarah ini lebih bernilai dibandingkan dengan triliunan rupiah, terlebih investasi dari oligarki yang jelas-jelas anti kemanusian dan keadilan. Penggusuran ini merupakan preseden buruk bagi upaya penguburan dan pengaburan sejarah bangsa ini. Sebaliknya, semestinya masyarakat Rempang dengan warisan sejarah perjuangan ini terus dirawat dan dilestarikan sebagai warisan perjuangan kepada anak cucu negeri ini. Investasi tidak harus dengan menggusur rakyat dan mengubur situs sejarah ini,” tandas Ustaz Alim.

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button