SUARA PEMBACA

Bola Panas Skandal Sang Jenderal

Institusi Polri tengah menjadi sorotan tajam. Belum kelar kasus Kaisar Sambo dan Konsorsium 303 yang diduga menyeret sejumlah petinggi Polri, hingga Tragedi Kanjuruhan yang menyoroti Polri atas penggunaan gas air mata. Kini publik kembali dikejutkan dengan ‘ulah’ Irjen Teddy Minahasa. Skandal narkoba sang jenderal niscaya makin mengikis kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Mampukah Polri berbenah diri?

Jumat, 14 Oktober 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan telah memerintahkan Divisi Propam Polri untuk menangkap Irjen Teddy Minahasa. Penangkapan tersebut karena dugaan penyalahgunaan barang bukti narkoba jenis sabu seberat 5 kilogram.

Teddy ditetapkan menjadi tersangka setelah beberapa jam ditangkap. Meskipun demikian, ia membantah dirinya menjual narkoba. Polisi yang dikenal sebagai polisi terkaya di Indonesia karena disebut memiliki harta senilai hampir Rp30 miliar itu pun terancam dipecat dari Polri karena kasus ini. (suara.com, 16/10/2022).

Kasus narkoba yang menjerat Irjen Teddy Minahasa, menambah daftar panjang nama jenderal yang terjerat kasus serius. Menambah buruk citra Polri. Melunturkan kepercayaan publik terhadap institusi yang katanya presisi ini. Ada apa dengan institusi satu ini? Mengapa justru para jenderal yang menjadi tersangka dari berbagai kasus besar yang menyita perhatian publik. Seburuk itukah wajah institusi Polri hari ini, bahkan sang jenderal pun tersangkut pusaran kasus pelik?

Miris memang, sang jenderal yang semestinya menjaga tegaknya hukum dengan adil, justru menjadi tersangka dalam berbagai kasus, mulai dari kasus korupsi, dalang pembunuhan, hingga peredaran narkoba. Sang jenderal yang semestinya menjadi teladan, justru menjadi “role model” keburukan. Ya, jika sang jenderal saja mampu “berulah”, lalu bagaimana dengan anak buah?

Berbagai skandal jenderal bermasalah, semestinya menjadi sinyal institusi Polri untuk segera berbenah, bukan hanya sekadar bersih-bersih aparat. Sebab, fakta berbicara tidak sedikit oknum aparat yang terjebak dalam belenggu syahwat duniawi demi mendulang materi. Menihilkan halal-haram demi gaya hidup ala kaum hedonis. Akhirnya, mengabaikan amanah yang diembannya, yakni menjadi penjaga neraca keadilan dan pelindung bagi rakyat.

Skandal sang jenderal dan sederet kasus yang menghantam institusi Polri, sejatinya adalah buah getir dari penerapan sistem sekularisme-kapitalisme. Pemisahan agama dari kehidupan telah melahirkan pribadi-pribadi yang krisis spiritualitas, tak terkecuali para aparat. Amanah dalam genggaman sering kali disalahgunakan demi mendulang kekuasaan dan pundi-pundi rupiah, karena mengikisnya iman dalam dada sehingga hilang rasa takut kala berbuat dosa.

Sistem ini alih-alih menjadikan aparat penegak hukum pengayom dan pembela kepentingan rakyat, sebaliknya rakyat makin dibuat pesimis, mungkinkan berbagai kasus kriminalitas dapat dituntaskan jika aparatnya saja justru ikut ambil peran? Jika sang jenderal dan jajarannya tidak mampu menuntaskannya bahkan ikut ambil peran dalam pusaran kriminalitas, lalu kepada siapa rakyat mengharap keadilan? Alhasil, institusi kepolisian tidak cukup hanya bersih-bersih aparat saja, tetap juga perlu pembenahan secara sistemik.

Paradigma sekularisme memandang bahwa profesi atau pekerjaan hanya sekadar bernilai materi saja. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan Islam, karena Islam memandang bagi seorang muslim, apa pun profesi dan pekerjaannya senantiasa dijalani dalam rangka ketaatan untuk meraih rida-Nya. Inilah aspek spiritualitas yang menjadi pondasi seorang muslim dalam mengukir karya di atas hamparan bumi, apalagi bagi seorang aparat penegak hukum.

Andai aspek ini dimiliki oleh seluruh aparat penegak hukum hari ini, niscaya tumbuh rasa takut kalau diri berbuat dosa. Sebab, dirinya sadar bahwa setiap perbuatannya senantiasa dalam pengawasan Sang Penciptanya. Alhasil, dirinya pun akan mengemban amanah semata-mata demi mengharap keridaan-Nya. Melaksanakan amanah benar-benar untuk mengayomi dan menjaga rakyat. Bukan demi segelintir materi yang tiada abadi.

Ketakwaan individu inilah sejatinya yang menjadi pondasi utama untuk membangun institusi kepolisian yang bersih. Sebab, dalam paradigma Islam, kepolisian yang berada di bawah naungan Departemen Keamanan Dalam Negeri, memiliki tugas mulia di tengah rakyat, yakni untuk menjaga sistem, mengelola keamanan dalam negeri, dan melaksanakan aspek implementatif.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button