SUARA PEMBACA

Butuhkah Umat dengan Islam Berlabel?

Akhir Juli 2018 MUI Sumatera Barat mengeluarkan pernyataan sikap bahwa Islam Nusantara tidak dibutuhkan di Ranah Minang. Sontak, ide Islam nusantarapun kembali ramai dibicarakan publik. Ide Islam Nusantara menambah deretan label atas Islam. Dimana label-label tersebut memberikan efek yang berbeda-beda.

Opini adanya Islam radikal menimbulkan Islamophobia. Islam fundamentalis menjadikan umat Islam sebagiannya menjadi objek tuduhan anti NKRI. Pun demikian juga sebutan Islam ekstrimis memunculkan opini anti toleransi dan suka mengkafir-kafirkan. Sedangkan Islam Nusantara memunculkan persepsi Islam diterjemahkan sesuai dengan amaliyah/budaya masyarakat dimasing-masing daerahnya.

Umatpun bingung? Islam berlabel mana yang harus diikuti? Sedangkan dalam Al Quran semua label itu tidak tercantum. Allah SWT hanya menyebut ‘Islam’ tanpa imbuhan kata dibelakangnya. “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali Imran: 19).

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS Ali Imran” 85)

Jadi, label-label ini jelas buatan manusia. Pemberian label ini bermula dari peristiwa 911. Dimana Amerika menyatakan perang melawan terorisme. Dimunculkanlah label Islam ekstrimis, radikalis, dan fundamentalis sebagai pihak tertuduh atas aksi teror. Kemudian digagas pemikiran Islam moderat. Gayungpun bersambut, di Indonesia muncul Islam Nusantara. Menurut Prof Said Aqil Siraj, Islam Nusantara memiliki arti Islam yang mensinergikan nilai-nilai universal bersifat teologis dari Tuhan yang ilahiah dengan kultur budaya tradisi yang bersifat kreativitas manusia. (www.detik.com, 29/7/2015).

Dengan demikian, pemberian label dibelakang kata Islam adalah bagian dari gagasan barat. Inilah ghazw al fikr (perang pemikiran). Tujuannya untuk mengkotak-kotak umat Islam, dan supaya umat Islam tidak mengamalkan keseluruhan ajaran Islam. Karena penerapan syariat Islam secara kaffah akan mendapat label ekstrim/radikal atau juga tidak sesuai budaya Indonesia.

Kesimpulannya, umat Islam tidak membutuhkan Islam berlabel apapun. Cukup disebut dengan Islam. Ini sudah final dari Allah SWT, harga mati!. Pemberian label Itu akan menciderai dienul Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dan tidak ada manfaatnya bagi umat. Karena esensi dari beragama adalah menyembah Allah, menaatiNya dan NabiNya. Yaitu dengan mengamalkan al Quran dan As Sunnah secara kaffah (QS. Al Baqarah: 208). Wallahua’alam.

Puji Astutik
Warga Trenggalek Jawa Timur.

Artikel Terkait

Back to top button