REMAJA

Candu Video Porno Mengancam Generasi

Berbicara tentang generasi Milenial. Tentunya sangatlah asyik untuk mengupas tuntas bagaimana kondisi remaja era Milenial. Sebab remaja merupakan generasi yang di pundaknya terletak harapan besar sebagai penerus bangsa. Remaja pulalah yang dapat memberikan kontribusi sebagai garda terdepan untuk menentukan perubahan sebuah bangsa. Terutama untuk menuju pada kebangkitan Islam.

Namun, melihat kondisi remaja saat yang jauh dari harapan. Tentu membuat kita tercengang dan mengelus dada. Sebagaimana diberitakan viva.co.id, 14/4/2019, terdapat 19 anak di Garut diduga ketagihan seks. Akibat kecanduan video porno yang tersebar secara gratis di sosial media. Anak-anak tersebut masih di bawah umur, dimana seharusnya berada dalam pengawasan ketat orang tuanya. Lebih lanjut Polres Garut mengungkapkan anak-anak mengalami ketagihan seks yang tak lazim. Mereka melakukan adegan syur layaknya orang yang sudah berpasangan suami istri. Mengejutkannya lagi dilakukan dengan sesama jenis, bahasa tren saat ini adalah LGBT.

Kasus video porno yang melibatkan anak bukan kali ini saja. Pada Januari 2018, terdapat 3 anak di bawah umur yang terlibat dalam pembuatan video porno. Mirisnya, ketiganya merupakan anak putus sekolah, (jawapos.com, 8/1/2018). Kasus ini pun menuai keprihatinan dan menjadi catatan penting bagi orang tua. Khususnya terhadap aspek pengasuhan dan pengasawan anak-anak.

Kecanduan video porno menjadi penyakit berbahaya yang mengancam generasi. Lemahnya peran dan ketegasan seorang pemimpin dalam mengurusi sebuah negara juga perlu disoroti. Mengingat kasus peredaran video porno yang tak kunjung tuntas. Bahkan semakin menjadi karena lemahnya regulasi.

Selain itu sistem kapitalisme liberalisme terbukti menjadi akar persoalan yang membuat generasi semakin terjerat dan terpuruk dalam candu video porno. Semua acara televisi yang tidak mendidik dari segi moral, terus saja ditanyangkan, tanpa memikirkan nasib generasi. Para korporasi televisi hanya mengedepankan untung, abai terhadap moral generasi. Sementara medis sosial marak menayangkan video-video yang tak lazim ditonton. Sedihnya video-video tak bermoral ini dapat dinikmati secara gratis.

Rusaknya generasi saat ini juga diperparah karena lemahnya kontrol masyarakat. Kapitalisme telah melahirkan masyarakat individualis dan permisif. Berkiblat pada gaya hidup Barat yang bebas tanpa aturan. Hal ini juga berimbas pada rusaknya pola asuh di dalam keluarga yang serba permisif dan bebas.

Islam sejatinya memberikan solusi terhadap persoalan rusaknya pola pikir generasi saat ini. Pertama, negara memiliki konsep pendidikan yang berbasis aqidah Islam. Sehingga para generasi ketika melakukan suatu perbuatan atas dorongan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Dan semata-mata untuk mengharapkan ridha-Nya saja.

Kedua, kekuatan kontrol masyarakat terhadap pergaulan remaja. Hal ini dikarenakan, amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat berjalan dengan dinamis. Sebagaimana firman Allah dalam (Qs. Al-Imran: 104) yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ketiga, peran keluarga untuk mencetak generasi Rabbani. Keluarga yang tangguh mampu membekali pondasi awal aqidah Islam pada diri anak. Sebab madrosatul ‘ula di mulai dari dalam rumah. Maka peran orang tua sangatlah penting untuk mengarahkan cara pandang anak sesuai aturan Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari).

Ketiga aspek solusi nan solutif ini akan dapat berjalan dengan baik hanya ketika Islam diterapkan secara totalitas. Tentunya dalam institusi yang dapat menaunginya yaitu Khilafah ‘ala min hajin nubuwwah. Sebab hanya dalam bingkai Khilafah, Islam dapat diterapkan secara kaffah di atas muka bumi ini. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Nisaa Qomariyah, S.Pd.
(Pengajar dan Muslimah Peduli Generasi)

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button