SUARA PEMBACA

Corona Menyapa: Pemerintah Terkesan Santai, Rakyat Kepanikan

Akhirnya virus corona yang tenar sejak akhir Desember 2019, menghampiri Indonesia. Dua orang warga Depok dinyatakan positif terpapar virus corona. Tombol panik berbunyi. Sebagian besar masyarakat jadi paranoid.

Kompas.com melansir dari SCMP, jumlah kasus infeksi virus corona seluruh dunia hingga Selasa (03/03/2020) pagi adalah 90.872. Dari puluhan ribu kasus tersebut, sebanyak 48.002 dinyatakan sembuh. Dan sebanyak 3.117 meninggal dunia akibat virus corona. Ada 73 negara yang terpapar. Sebagai negara asal penyebaran virus, China tetap di urutan pertama, disusul Korsel dan Italia.

Tepat pada Senin (02/03/2020) mendadak Presiden Jokowi mengadakan konferensi pers. Di konferensi pers tersebut presiden mengumumkan ada dua orang WNI yang positif virus corona. Semenjak itulah terjadi kepanikan di masyarakat.

Banyak yang pergi ke supermarket untuk memborong barang-barang kebutuhan pokok. Karena ingin meminimalisir keluar rumah. Harga masker tetiba meroket dengan angka di luar nalar. Masker dan hand sanitizer tetiba langka.

Kepanikan itu wajar, disebabkan beberapa hal. Pertama, sejak awal corona muncul, tak dikenalkan, tak ada edukasi. Media hanya memblow up kengerian virus corona. Kedua, pemerintah menanggapi wabah ini dengan santai. Dan berpesan tak perlu takut. Meskipun sesumbar telah menyiapkan segala hal.

Bekas Staf Ahli Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa virus Covid-19 tak kuat berkembang di Indonesia. Itu disampaikannya dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Sabtu (29/2/2020). Itu poin pertama alasan untuk tak takut. Alasan kedua adalah karena Indonesia memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan China.

Ketiga, mengapa panik? Mendengar alasan kedua dari staf presiden tersebut, seakan mengamini ketidakmandirian pemerintah dalam menangani covid-19. Menunggu arahan dari atasan. Tak ada inisiatif untuk mencegah sejak awal.

Lihatlah, ketika hampir semua negara memberi travel warning pada China. Gubernur Sumatera Barat justru menyambut dengan heboh 150 turis asal China. Netizen yang ribut dan meminta para turis untuk dipulangkan. Keributan netizen akhirnya berbuah hasil, para turis pun segera dipulangkan.

Keempat, ternyata alat deteksi dini yang dimiliki bandara Indonesia, tak mumpuni. Buktinya, ada turis asing positif corona setelah pulang dari Bali. WNI yang positif covid-19 juga tertular dari teman asingnya yang lolos dari pindai bandara.

Kelima, menyimpulkan negatif corona dari penelitian yang tak meyakinkan. Beberapa negara meragukan metode pengambilan kesimpulan itu. Indonesia memiliki 267 juta penduduk. Yang diteliti hanya 136 orang dan kesimpulannya negatif. Tak semudah itu ferguso.

Bandingkan dengan New South Wales, berpenduduk delapan juta jiwa. Telah menguji lebih dari 2.200 orang. Dan menemukan 4 kasus covid-19.

Pemerintah belum memiliki langkah serius dalam menangani wabah. Memulangkan WNI asal Wuhan dan mengkarantinanya bersama penduduk di Natuna. Hal tersebut tentu beresiko besar..

Menurut Koordinator Divisi Advokasi YLBHI, M Isnur, pemerintah semestinya memberi hak informasi kepada rakyat. Pemerintah juga semestinya memberikan hak aspirasi bagi warga negara, bersamaan dengan hak kesehatannya (tirto.id, 04/02/2020).

Pemerintah perlu memberikan informasi prosedur dan proses yang jelas tentang penanganan wabah penyakit. Ini yang belum ada di Indonesia. Derasnya arus informasi, justru diisi dengan broadcast yang kebenarannya masih diragukan.

Kita memang tak perlu berlebihan dan panik terhadap suatu penyakit. Karena sakit dan sehat adalah bagian dari qadha Allah. Secara individu, kita bisa menjaga kesehatan dengan bergaya hidup sehat. Asupan gizi seimbang. Olah raga dan istirahat yang cukup. Cuci tangan sebelum makan. Memakai masker ketika keluar rumah.

Akan tetapi, terhadap penyakit yang mewabah, seperti covid-19, tak bisa mengandalkan individu saja. Selembar masker saja, kita tak bisa mendapatkan dengan mudah.

Perlu peran negara untuk menanggulangi dan memutus mata rantai penyebaran virus. Rasulullah Saw telah memberikan arahan: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).

Metode karantina ini akan mencegah penularan dan penyebaran penyakit. Sekaligus bisa memberikan kesempatan petugas medis untuk fokus menangani pasien sekaligus mengembangkan penelitian untuk menemukan obatnya. Wallahu a’lam []

Mahrita Julia Hapsari
Praktisi Pendidikan

Artikel Terkait

Back to top button