NASIONAL

Daripada Urus Cadar dan Celana Cingkrang, Menag Diminta Benahi Internal

Mataram (SI Online) – Menteri Agama Fachrul Razi diminta membenahi internal Kemenag dibanding sibuk mengurus cadar dan celana cingkrang.

“Benahi dulu di internal Kemenag, kan masih banyak hal yang harus jadi fokus Menag untuk pembenahan internal,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI, HM Syamsul Lutfi di Mataram, Ahad 3 November 2019 seperti dilansir ANTARA.

Terkait wacana yang dilontarkan Menag Fachrul Razi tentang larangan penggunaan cadar dan celana cingkrang dikalangan ASN, Syamsul menyarankan agar dikaji terlebih dahulu.

“Karena ini menyangkut agama, dan bisa menimbulkan persepsi yang berbeda-beda, hendaknya wacana seperti ini dikaji dulu. Tidak bisa serta merta diterapkan,” kata ungkap politisi Partai Nasdem asal NTB itu.

Syamsul menegaskan, wacana tersebut harus dikaji mendalam dengan melibatkan tokoh agama, alim ulama, dan menjaring aspirasi dari seluruh Pemda dan masyarakat di daerah.

Sebab, lanut Luthfi, karakteristik dan budaya masyarakat di Indonesia sangat beragam dan memiliki kearifan lokal masing-masing, yang tidak boleh dinafikan pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan.

“Karena persoalan ini menyangkut urusan agama maka sangat baik pula bila kita bicarakan juga dengan para tokoh agama, sebelum wacana tersebut benar-benar diterapkan agar masyarakat menjadi tenang dan tidak terjadi apa apa yang kita khawatirkan,” kata Lutfi.

Kakak kandung mantan Gubernur NTB TGH Zainul Majdi itu menegaskan, jika cadar dan celana cingkrang dikaitkan dengan radikalisme dan terorisme maka hal tersebut menjadi sebuah kekeliruan besar.

“Tindakan radikalisme apalagi terorisme sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama atau etnis tertentu, bila ada yang memiliki pandangan bahwa terjadinya radikalisme faktornya adalah agama tertentu maka pastilah itu pandangan yang keliru dan harus kita luruskan karena tindakan radikal bisa saja dilakukan oleh siapapun penganut agama manapun bahkan oleh oknum yang tidak beragama sekali pun,” tegasnya.

Menurut Syamsul tindakan radikalisme lebih banyak dipicu oleh kesenjangan ekonomi dan ketimpangan sosial.

“Serta oleh mereka atau kelompok mereka yang merasa belum mendapat perlakuan yang adil dari pemerintah,” tegasnya.

sumber: ANTARA

Artikel Terkait

Back to top button